Kathlon – Sebanyak 75 masjid di Provinsi Khatlon Selatan, Tajikistan, dilaporkan berubah fungsi menjadi kedai teh, sekolah, perpustakaan dan pusat kesehatan. Perubahan fungsi itu terjadi setelah pengadilan lokal memutuskan 75 bangunan masjid itu ilegal.
Asisten Jaksa Kathlon, Tolibon Azimov mengatakan, ada 229 masjid ilegal yang dibangun, sekitar 75 di antaranya atas perintah pengadilan, diubah menjadi bangunan baru.
“Sisanya, 61 masjid telah melakukan pendaftaran ulang, dan 93 masjid lain akan ditentukan nasibnya oleh otoritas lokal,” ujar Azimov seperti dikutip dari asia-plus.com, Jumat, 29 Juni 2024.
Menurutnya, dari 1.052 masjid yang berfungsi di Provinsi Qurghon Teppa, hanya 176 memiliki izin. Di Provinsi Kulbo 551 masjid berdiri, namun hanya 58 yang memiliki izin.
Masjid Dirobohkan Gara-gara Jemaah ‘Di Bawah Umur’
Penutupan masjid di negara mayoritas Muslim itu sebenarnya telah berlangsung sejak lama. Menurut laporan RFERL, pada April 2011, Pemerintah Provinsi Khatlon menghancurkan sebuah masjid yang tidak terdaftar di Qurghon Teppa, ibu kota Khatlon. Alasannya, ada laporan bahwa masjid itu memiliki jemaah “di bawah umur”.
Hikmatullo Mirzomurodov, 81 tahun, jemaah masjid itu mengatakan, pemerintah menemukan dua remaja sedang salat di sana. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang baru tentang agama, yang melarang orang di bawah 18 tahun menghadiri tempat ibadah umum.
Karena itu, pihak berwenang memutuskan masjid itu harus dihancurkan karena tidak terdaftar secara resmi. Jemaah terlambat mengajukan permohonan pendaftaran masjid, tapi permohonan tersebut diabaikan dan pemerintah tetap melanjutkan pembongkaran.
Penghancuran masjid tersebut merupakan yang pertama kalinya di Khatlon karena alasan ‘jemaah di bawah umur’. Selain anak-anak, pemerintah juga melarang wanita memasuki masjid.
Baca: Negara Populasi Muslim Terbesar Sahkan UU Pelarangan Jilbab
Melansir IWPR Asia Tengah, kebijakan menyegel dan merobohkan masjid kian gencar dilakukan pada 2014. Saat itu, banyak pemuda Tajik pergi ke Suriah dan Irak untuk berperang bersama ISIS.
Presiden Emomali Rakhmon juga menentang penggunaan pakaian keagamaan, pria berjanggut panjang, dan tren lain yang dianggapnya sebagai perilaku keagamaan non-tradisional.
Jaksa wilayah Khatlon Nasrullo Mahmudzoda mengatakan pemerintah khawatir dengan organisasi keagamaan ilegal yang dapat mendorong penduduk bergabung dengan gerakan ekstremis.
Qamariddin Afzali, ketua Partai Kebangkitan Islam di Khatlon, mengatakan pemerintah menggunakan setiap kesempatan untuk menutup masjid. Dia menyebutkan di distrik Jomi, pemerintah telah melarang salat di 15 masjid. Afzali meminta pemerintah daerah membantu mendaftarkan masjid sesuai dengan undang-undang agama baru, bukan malah menutupnya atau mengambil risiko dihancurkan.[]


Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy