Damaskus – Kelompok pemberontak Suriah menyerbu dan merebut istana Presiden Bashar al-Assad di Aleppo pada Minggu, 1 November 2024. Rekaman video menunjukkan orang-orang bersenjata berkeliaran di lorong-lorong istana.
Istana tersebut tampaknya tidak berpenghuni sebelum video tersebut direkam. Meskipun pemerintah Suriah mendapatkan kembali kendali penuh atas Aleppo pada 2016 dan menguasai kota tersebut hingga pekan lalu, Assad menggunakan banyak tempat tinggal.
Saat video itu direkam, dia sedang bertemu dengan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi di Damaskus, sekitar 350 kilometer selatan Aleppo.
Kelompok itu, yang menyebut diri Hayat Tahrir-al-Sham (HTS) atau ‘Organisasi Pembebasan Syam’ dan milisi sekutu mereka menyerbu Aleppo dalam serangan mendadak pada Kamis pekan lalu.
Menurut pemantau perang Suriah, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, kelompok pemberontak telah menguasai sebagian besar wilayah Aleppo.
Sebelumnya, kelompok pemberontak telah membunuh seorang jenderal Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran selama serangan besar di kota tersebut. Mereka juga menyerbu Konsulat Iran di kota itu.
Pada Sabtu pekan lalu, Komando Umum Suriah mengakui bahwa militer telah kehilangan puluhan anggota angkatan bersenjata. Namun mereka mengatakan milisi HTS gagal menetapkan posisi tetap di tengah serangan udara gencar oleh pesawat tempur Suriah dan Rusia.
HTS Nama Lain Jabhat al-Nusra
Geng HTS merupakan biang kerok utama dalam konflik Suriah. Kelompok ini didirikan dengan nama lain, Jabhat al-Nusra pada 2011, dan berafiliasi langsung dengan Al Qaeda. Pemimpin ISIS yang telah tewas, Abu Bakr al-Baghdadi, juga terlibat dalam pembentukannya.
Jabhat al-Nusra dianggap salah satu kelompok yang paling efektif dan mematikan yang berdiri di barisan penentang Bashar al-Assad. Namun, ideologi jihadisnya tampaknya menjadi kekuatan pendorongnya, bukan semangat revolusionernya. Saat itu, Jabhat al-Nusra dianggap berseberangan dengan koalisi pemberontak utama di bawah bendera Free Syria.
Pada 2016, pemimpin kelompok tersebut, Abu Mohammed al-Jawlani, secara terbuka memutuskan hubungan dengan Al-Qaeda, membubarkan Jabhat al-Nusra, dan mendirikan organisasi baru, yang mengambil nama Hayat Tahrir al-Sham ketika bergabung dengan beberapa kelompok serupa lainnya setahun kemudian.
HTS kini bercokol di Idlib, provinsi di barat laut Suriah. Di sana, mereka mendirikan pemerintahan lokal secara de facto.
Namun, selain memerangi Bashar al-Assad, HTS juga terlibat beberapa pertikaian sengit dengan kelompok lain. Sejak memutuskan hubungan dengan Al-Qaeda, tujuannya terbatas pada upaya mendirikan pemerintahan Islam fundamentalis di Suriah, bukan kekhalifahan seperti yang coba dilakukan ISIS tapi gagal.
Sekarang, kelompok gen ISIS ini telah menunjukkan sedikit tanda-tanda menyalakan kembali konflik Suriah dalam skala besar.[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy