Sambutan Masyarakat Terhadap 44 Biksu di Masjid Dikritik Ketua MUI

Sejumlah Bhikkhu Thudong berjalan meninggalkan Masjid Baiturrohmah Bengkal, Kranggan, Temanggung, Jawa Tengah, Minggu (19/5/2024). Foto: Anis Efizudin/ANTARA FOTO

Jakarta – Ketua Majelis Ulama Indonesia atau MUI Cholil Nafis mengkritik sambutan masyarakat dan takmir masjid terhadap 44 biksu thudong di Masjid Baiturrohmah, Bengkal, Temanggung, Jawa Tengah pada Minggu lalu, 19 Mei 2024.

Puluhan biksu itu mampir beristirahat dalam perjalanan menuju Candi Borobudur. Video mereka singgah di Masjid Baiturrohmah viral di media sosial.

Cholil mengatakan, hal tersebut kebablasan. Sebab, kata dia, masjid berfungsi sebagai tempat ibadah bukan untuk keperluan lainnya.

“Ini kebablasan. Kalau mau terima tamu non muslim jangan di rumah ibadah. Kan masih ada ruangan pertemuan lain yang lebih tepat. Rumah masjid itu hanya untuk ibadah umat muslim bukan, untuk lainnya,” tulis Cholil di akun Instagram resminya, Jumat, 24 Mei 2024.

Cholil juga mengatakan, masih ada cara lain yang dapat digunakan dalam hal menjaga toleransi terhadap agama lain. Salah satunya dengan memberikan mereka ruang untuk beribadah.

Cholil lalu memberikan contoh bentuk toleransi agama. Berikut penjelasannya:

“Setiap umat Islam harus menjalankan toleransi dengan memberikan kesempatan kepada umat agama lain yang sedang merayakan ritual ibadah dan perayaan hari besar mereka. Bentuk toleransi beragama adalah:

a. Dalam hal akidah, memberikan kebebasan kepada umat agama lain untuk melaksanakan ibadah hari raya sesuai keyakinannyadan tidak menghalangi pelaksanaannya.

b. Dalam hal muamalah, bekerja sama secara harmonis serta bekerja sama dalam hal urusan sosial bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara…”

Terakhir dalam unggahannya, Cholil mengingatkan bahwa toleransi tidak boleh masuk dalam ranah akidah dan syariat agama lain.

“Batasan toleransi beragama tidak masuk ke dalam ranah akidah dan syariat agama lain karena berpotensi terjadi penistaan dan penghinaan agama..Bismillah,” tutupnya.

Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Temanggung, Fatchur Rochman bercerita awalnya panitia biksu thudong mengirimkan surat permintaan izin untuk mampir beristirahat.

Bengkal merupakan wilayah yang berbatasan dengan Secang, Magelang, yang berada tak jauh dari Candi Borobudur, tujuan akhir para biksu tersebut.

“Ketakmiran itu kan rembugan sama yang lain, diperbolehkan. Terus sebagai bahan untuk menyambut tamu, katakanlah kedatangan sebagai, ya, yang ketepatan (yang dikunjungi) mempersiapkan segalanya,” ujar Fatchur di Temanggung, Selasa, 21 Mei 2024.

Sebenarnya, para biksu hanya meminta izin untuk mampir beristirahat sebentar. Namun takmir masjid dan masyarakat sekitar sebagai tuan rumah kemudian menyediakan berbagai minuman dan camilan secukupnya.

“Ya ada kopi, dawet, Sprite, Kratindaeng, sembarangan itu minuman enten (segala jenis minuman ada). Yang Kratindaeng yang dari donatur, ada yang bawa itu. Kalau minuman yang dari masjid, itu kopi, teh sama dawet,” tutur Fatchur.

Beberapa netizen menyoroti para biksu yang diduga beribadah di dalam masjid. Fatchur membantah hal itu. Menurutnya, tak ada acara beribadah bersama di acara tersebut. Para biksu hanya beristirahat, minum, dan makan snack saja.

“Jadi yang dari sana (para biksu) itu merasa bahagia, merasa terharu, terus merasa berterima kasih, terus mendoakan masyarakat sini. Mendoakan dengan cara mereka. Nah mungkin kalau orang yang enggak tahu, itu dikira ibadah. Intinya bukan ibadah,” ujar Fatchur.

Setelah didoakan oleh para biksu, pihak masjid juga membalas mendoakan dengan cara Islam. Doa ini dipimpin oleh Haji Wari.

“Ya doa selamat jalan, doa keselamatan. Pak Haji Wari yang mendoakan. Nah bagi yang enggak tahu, [mungkin berpendapat], [Wah masak masjid jadi tempat ibadah orang Buddha’, itu keliru.”[](kumparan.com)

Komentar

Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy