Jurnalis Pase Gelar Aksi Tolak Revisi UU Penyiaran

Lhokseumawe  – Puluhan jurnalis wilayah kerja Pase (Lhokseumawe dan Aceh Utara) dari lintas organisasi profesi menggelar aksi penolakan revisi Undang Undang Penyiaran yang tengah digodok di DPR RI, Jumat, 31 Mei 2024.

Para kuli tinta tersebut berasal dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Pewarta Foto Indonesia (PFI) dan Persatuan Wartawan Aceh (PWA). Selain itu, Lembaga Pers Kampus Al Kalam IAIN Lhokseumawe dan Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI). Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum Cakra dan Yayasan Advokasi Rakyat Aceh ikut menghadiri aksi ini.

Usai berorasi secara bergantian di Simpang Tugu Bank Aceh, pengunjuk rasa long march ke Gedung DPRK Lhokseumawe. Di sana, mereka bergantian menggelar orasi lanjutan di halaman Kantor DPRK Lhokseumawe.

Pendemo membentangkan sejumlah spanduk dan poster bertuliskan kalimat protes terhadap revisi UU penyiaran. Dilanjutkan aksi teatrikal dengan mengikat diri menggunakan danger line (garis peringatan), dan menutup mulut dengan selotip sebagai simbol pembungkaman terhadap kebebasan pers serta berekspresi di Indonesia.

Sayangnya, para legislator tidak serius menanggapi aksi. Dari 25 anggota dewan, hanya dua orang yang hadir menemui peserta aksi. Mereka berdalih sebagian anggota dewan sedang dinas luar. Para pengunjuk rasa pun kecewa dan balik kanan lantaran aspirasi mereka tidak tertampung dengan baik.

Koordinator aksi Muhammad Jafar mengatakan, jurnalis Pase dan Aceh menolak tegas pasal-pasal bermasalah pada revisi UU Penyiaran. Sebab, kata Jafar, sejumlah pasal tersebut berpotensi membungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi sebagai pilar utama sistem demokrasi.

Baca: [FOTO] Jurnalis Aceh Tolak Revisi UU Penyiaran

“Revisi Undang-Undang Penyiaran ini mengandung sejumlah ketentuan yang dapat digunakan untuk mengontrol dan menghambat kerja jurnalistik,” ujar Jafar didampingi sejumlah ketua organisasi lainnya di sela-sela aksi. Bahkan, sejumlah pasal mengandung ancaman pidana bagi jurnalis dan media yang memberitakan hal-hal dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu.

“Hal itu jelas bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi yang telah kita perjuangkan bersama. Mengingat akan terancamnya kebebasan pers, kebebasan berekspresi, kriminalisasi jurnalis serta mengancam independensi media,” cetus Jafar.

Tidak hanya jurnalis, sebut Jafar, sejumlah pasal dalam RUU Penyiaran juga berpotensi mengekang kebebasan berekspresi dan diskriminasi terhadap kelompok marjinal. Kekangan tersebut akan berakibat pada memburuknya industri media, dan memperparah kondisi kerja para buruh media serta pekerja kreatif di ranah digital.

“Kami mendesak DPR RI segera menghentikan pembahasan Revisi Undang-Undang Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah ini,” ujar Jafar.

Massa juga meminta DPR RI melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. “Memastikan setiap regulasi yang dibuat harus sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan pers,” pungkas jurnalis Global TV itu.

Adapun sejumlah pasal yang dianggap bermasalah antara lain:

Ancaman Terhadap Kebebasan Pers

Pasal-pasal bermasalah dalam revisi ini memberikan wewenang berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengatur konten media, yang dapat mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan, seperti termuat pada draf pasal 8A huruf q, pasal 50B huruf c dan pasal 42 ayat 2.

Kebebasan Berekspresi Terancam

Ketentuan yang mengatur tentang pengawasan konten tidak hanya membatasi ruang gerak media, tetapi juga mengancam kebebasan berekspresi warga negara, melalui rancangan sejumlah pasal yang berpotensi mengekang kebebasan berekspresi.

Kriminalisasi Jurnalis

Adanya ancaman pidana bagi jurnalis yang melaporkan berita yang dianggap kontroversial merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi jurnalis.

Independensi Media Terancam

Revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, yang merusak independensi media dan keberimbangan pemberitaan, seperti termuat dalam draf pasal 51E.

Mengancam Lapangan Kerja Pekerja Kreatif

Munculnya pasal bermasalah yang mengekang kebebasan berekspresi berpotensi akan menghilangkan lapangan kerja pekerja kreatif, seperti tim konten Youtube, podcast, pegiat media sosial dan lain sebagainya.[]

Komentar

Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy