YLBHI-LBH Banda Aceh Laporkan Kasat Reskrim dan Kapolresta Banda Aceh ke Kompolnas

Demo mahasiswa di DPRA dibubarkan paksa foto detikcom
Demo mahasiswa di DPRA dibubarkan paksa. Foto: detikcom

Banda Aceh – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh melaporkan Kasat Reskrim dan Kapolresta Banda Aceh ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Inspektorat Pengawasan Umum Polri (Irwasum Polri), Kadiv Propam Polri, dan Komnas HAM terkait dugaan pelanggaran dalam penangkapan dan penetapan tersangka terhadap mahasiswa yang melakukan demonstrasi di depan Gedung DPRA pada 29 Agustus 2024.

Kepala Operasional YLBHI-LBH Banda Aceh, Muhammad Qodrat, menyebutkan beberapa poin pelanggaran yang dilaporkan.

Pertama, terkait penghalangan pemberian bantuan hukum. “Saat tim hukum YLBHI-LBH Banda Aceh mendatangi Polresta Banda Aceh untuk memberikan bantuan hukum, kami tidak diberikan akses tanpa alasan hukum yang jelas,” ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis, 12 September 2024.

Poin kedua, lanjut Qodrat, terkait dugaan penganiayaan dan intimidasi yang dilakukan personel Polresta Banda Aceh.

“Beberapa mahasiswa yang ditangkap mengaku mengalami intimidasi dan penganiayaan saat diperiksa. Ini adalah pelanggaran hukum dan hak asasi manusia,” tegasnya.

Ketiga, YLBHI-LBH Banda Aceh menyoroti dugaan penangkapan dan penahanan sewenang-wenang oleh Polresta Banda Aceh. Sebanyak 16 mahasiswa yang ditangkap baru dibebaskan setelah lebih dari 1×24 jam, melanggar aturan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.

“Penangkapan lebih dari 1×24 jam tanpa dasar hukum jelas merupakan tindakan melawan hukum,” ungkap Qodrat.

YLBI-LBH Banda Aceh: 16 Mahasiswa Terpaksa Teken Surat Pernyataan Tanpa Pendampingan Hukum

Dugaan penyitaan melawan hukum juga dilaporkan. Meskipun para mahasiswa sudah dibebaskan, kata Qodrat, gawai milik mereka masih disita Polresta Banda Aceh tanpa berita acara penyitaan yang sah.

“Penyitaan yang dilakukan tanpa berita acara adalah pelanggaran prosedur hukum,” tambahnya.

Selanjutnya, YLBHI-LBH Banda Aceh menuduh adanya kriminalisasi terhadap enam mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka.

“Mereka dikriminalisasi karena spanduk protes yang dianggap ujaran kebencian, padahal pasal yang digunakan tidak relevan dengan tindakan mereka,” kata Qodrat.

Selain itu, YLBHI-LBH Banda Aceh juga melaporkan dugaan pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian. Menurut Qodrat, dugaan pelanggaran yang terjadi dalam kasus ini secara gamblang menunjukkan Kasat Reskrim dan Kapolresta Banda Aceh telah melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggungjawabnya secara tidak profesional, tidak proporsional, dan tidak prosedural.

YLBHI-LBH Banda Aceh menegaskan apa yang dipertontonkan Polresta Banda Aceh memberikan gambaran kepada masyarakat bahwa Polisi yang presisi dan humanis hanyalah isapan jempol belaka.

“Bagaimana mungkin masyarakat bisa mempercayakan penegakan hukum kepada orang-orang yang sebetulnya tidak paham dan tidak taat hukum. Polresta Banda Aceh tidak dapat menuntut masyarakat untuk patuh hukum, sedangkan mereka sendiri melakukan tindakan-tindakan yang kontra produktif dengan hukum,” kritik Qodrat.

Hingga saat ini, YLBHI-LBH Banda Aceh masih menunggu respons laporan tersebut dari instansi terkait.

“Kami berharap laporan ini ditanggapi dengan serius. Sanksi terhadap pejabat kepolisian yang melakukan pelanggaran menjadi hal yang sangat penting agar kejadian serupa tidak terulang lagi di masa mendatang dan upaya penegakan hukum dapat dilakukan sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan oleh hukum.”[]

Komentar

Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy