Banda Aceh – Kepala Operasional YLBI-LBH Banda Aceh Muhammad Qodrat mengungkapkan 16 mahasiswa yang ditangkap Polresta Banda Aceh saat berunjuk rasa di depan Gedung DPRA, 29 Agustus 2024, terpaksa meneken surat pernyataan tanpa didampingi pengacara. Para mahasiswa ini dibebaskan pada 31 Agustus 2024 setelah dijemput keluarga.
Menurut Qodrat, ada dugaan upaya penghalangan akses bantuan hukum terhadap para mahasiswa, meskipun tim kuasa hukum sudah siap memberikan bantuan. Beberapa mahasiswa bahkan mengaku mengalami intimidasi dan penganiayaan selama pemeriksaan.
“Karena adanya penghalangan akses bantuan hukum oleh Polresta Banda Aceh, para mahasiswa yang ditangkap akhirnya secara terpaksa menandatangani surat pernyataan tanpa didampingi kuasa hukum, meskipun pengacara sudah menunggu di luar,” ujar Qodrat dalam keterangan tertulis dikutip Rabu, 4 September 2024.
Akses terhadap bantuan hukum, kata dia, adalah hak asasi yang tidak boleh dihalangi. Pasal 54 juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sebut Qodrat, menyatakan tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum pilihan mereka pada setiap tingkat pemeriksaan.
LBH Banda Aceh juga membantah pernyataan Polresta Banda Aceh yang menyatakan tidak pernah menahan para mahasiswa, melainkan hanya ‘mengamankan’ atau ‘menempatkan di bawah pengawasan’. Apa yang dilakukan Polresta Banda Aceh terhadap 16 mahasiswa tersebut, kata Qodrat, adalah upaya paksa, yang pada dasarnya merupakan pembatasan terhadap hak asasi seseorang.
Penangkapan, kata Qodrat, hanya boleh dilakukan selama 1×24 jam, setelah itu, orang yang ditangkap harus dibebaskan. Jika tidak, maka penangkapan tersebut adalah ilegal.
Menurut Qodrat, KUHAP tidak mengenal istilah ‘diamankan’ atau ‘pengamanan’ sebagai bentuk upaya paksa. Sementara mahasiswa yang telah dibebaskan, sebut Qodrat, mengaku gawai mereka masih disita polisi. LBH Banda Aceh akan menindaklanjuti kasus ini melalui langkah hukum lebih selanjutnya.
6 Demonstran di DPRA Dijadikan Tersangka oleh Polresta Banda Aceh
Sebelumnya, enam dari 16 mahasiswa yang ditangkap dijadikan tersangka dugaan ujaran kebencian oleh Polresta Banda Aceh. Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli mengatakan kepada wartawan, polisi bisa membuktikan peran masing-masing dari enam demonstran tersebut.
Menurut Fahmi, enam demonstran itu ditetapkan sebagai tersangka karena membentangkan spanduk di muka umum berisi tulisan ‘Polisi Pembunuh’, ‘Polisi Biadab’, dan ACAB singkatan dari All Cops Are Bastards, yang berarti semua polisi adalah bajingan. Spanduk-spanduk ini, kata Fahmi, berada di sejumlah titik dan pos Polantas di Banda Aceh.
Kini, kata Qodrat, para mahasiswa yang telah ditetapkan sebagai tersangka itu berencana mencabut kembali surat pernyataan tersebut.
Sejauh ini Line1.News belum memperoleh tanggapan dari Polresta Banda Aceh terkait pernyataan LBH Banda Aceh tersebut.[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy