Banda Aceh – Sebanyak enam demonstran dari 16 mahasiswa yang ditangkap saat unjuk rasa di depan gedung DPR Aceh dijadikan tersangka oleh Polresta Banda Aceh.
Keenamnya ditetapkan sebagai tersangka dugaan ujaran kebencian. Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli mengatakan kepada wartawan, polisi bisa membuktikan peran masing-masing dari enam demonstran tersebut.
Menurut Fahmi, enam demonstran itu ditetapkan sebagai tersangka karena membentangkan spanduk di muka umum berisi tulisan ‘Polisi Pembunuh’, ‘Polisi Biadab’, dan ACAB singkatan dari All Cops Are Bastards, yang berarti semua polisi adalah bajingan. Spanduk-spanduk ini, kata Fahmi, berada di sejumlah titik dan pos Polantas di Banda Aceh.
“Ternyata dari hasil pemeriksaan saksi, barang bukti lainnya terdapat enam mahasiswa diduga kuat sebagai pelaku dalam pemasangan spanduk bertuliskan permusuhan dan ujaran kebencian,” ujarnya Jumat, dikutip Sabtu, 31 Agustus 2024, dari ANTARA.
Ke-16 mahasiswa yang ditangkap tersebut berasal dari Solidaritas Mahasiswa untuk Rakyat (SMUR) dan LMND Lhokseumawe. Mereka berunjuk rasa di depan kantor DPR Aceh pada Kamis, 29 Agustus, dengan tuntutan upah buruh, kemiskinan, korupsi, pendidikan mahal dan lainnya.
16 Mahasiswa belum Dilepas, LBH Banda Aceh Tak Bisa Berikan Bantuan Hukum
Saat aksi berlangsung, kata Fahmi, sekitar pukul 17.17 WIB Kabag Ops Polresta Banda Aceh menemui massa untuk berkoordinasi agar tidak memblokir lalu lintas dan tidak membakar ban di tengah jalan.
“Namun, massa tidak terkendali karena beranggapan akan dibubarkan, hingga selanjutnya 16 orang diamankan,” katanya.
Fahmi juga menyebutkan, selain enam orang tersangka ujaran kebencian, tujuh dari 16 mahasiswa tersebut juga dinyatakan positif narkoba jenis ganja berdasarkan hasil tes urine.
“Ada tujuh orang positif narkoba jenis ganja, dan untuk mereka akan direhabilitasi dan dikembalikan ke keluarga,” ujarnya.
Saat ini, 16 mahasiswa tersebut masih berada di Mapolresta Banda Aceh, dan menunggu penjemputan dari orang tua mereka untuk dilakukan pembinaan.
“Dalam proses pemulangan ini, kami melibatkan orang tua, keuchik (kepala desa), dan di mana kampus mereka kuliah.”
Sebelumnya, Aliansi Mahasiswa Pase mengutuk keras tindakan represif polisi terhadap mahasiswa yang dinilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak-hak sipil dan demokrasi.
“Mereka ditangkap dengan tuduhan melakukan tindakan anarkis dan melawan aparat,” ujar juru bicara Aliansi Mahasiswa Pase, Abdul Aziz Maulana, dalam keterangan tertulis, Jumat, 30 Agustus 2024.
“Mendesak Kapolda Aceh untuk mencopot Kapolresta Banda Aceh atas tindakan represif yang terjadi selama aksi,” ujar Aziz.
Mahasiswa juga mengajak seluruh rakyat Aceh dan kelompok-kelompok besar untuk bergabung dalam gerakan Front Rakyat Menggugat, sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan.[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy