Jakarta – Project Multatuli merilis laporan mendalam tentang sepak terjang artis Raffi Ahmad dalam membangun kerajaan bisnisnya. Laporan tersebut tayang pada Kamis, 17 Oktober 2024.
Laporan berjudul ‘Gurita Bisnis Raffi Ahmad: Ditopang Keluarga Presiden, Bos Nikel, hingga Petinggi Partai Golkar’ itu ditulis Alfian Putra Abdi dan disunting Fahri Salam.
Tulisan jurnalistik itu membeberkan bagaimana Raffi sebagai pesohor kondang memiliki 35 perusahaan, beberapa di antaranya terkoneksi dengan kedua putra Presiden Jokowi, menteri dan anak menteri pemerintahan Jokowi, petinggi perusahaan BUMN, juga bos nikel dan batubara.
Raffi yang bernama lengkap Raffi Farid Ahmad, memulai karier di dunia layar kaca sejak remaja. Lebih dari 20 tahun, tulis Project Multatuli, selebritas ini telah meraih apa yang diidam-idamkan banyak orang.
Saat usianya menginjak 37 tahun, Raffi menjelma menjadi sosok pengusaha dengan beragam bisnis. Ia bahkan dijuluki ‘Sultan Andara’, merujuk nama kompleks perumahan tempat tinggalnya di Cinere, Depok, Jawa Barat.
Raffi merintis bisnisnya lewat bendera RANS, akronim namanya dan istrinya, Nagita Slavina. Pasangan ini merintis bisnis konten digital lewat YouTube dengan nama sama sejak Desember 2015.
Besarnya pengaruh Raffi-Nagita di media sosial berkorelasi dengan pasar iklan digital di Indonesia yang terus meningkat setiap tahun. Akses ke dunia politiknya pun besar.
Salah satu ciri pemerintahan Joko Widodo selama 10 tahun, tulis Project Multatuli, mengandalkan buzzer dan influencer untuk menopang dan menyebarkan kebijakan-kebijakannya, meski kebijakan itu kontroversial.
Dengan jumlah pengikut yang sangat besar, Raffi-Nagita dipakai, atau saling memanfaatkan, Presiden Jokowi untuk mensosialisasikan kebijakan dan proyek negara. Misalnya saja penanganan COVID-19, peresmian kereta cepat Jakarta-Bandung, dan pembangunan Ibu Kota Nusantara. Relasi dengan sirkel penguasa ini membuat Raffi Ahmad kerap dituding sebagai “buzzer rezim.”
“Dalam iklim yang menguntungkan itu bisnis-bisnis Raffi Ahmad melebar ke usaha kuliner, merek pakaian, merek kosmetik, klub sepakbola, klub basket, kebun binatang, hingga klub malam. Tidak semua bisnis ini berada di bawah merek dagang Rans Entertainment,” tulis Project Multatuli.
Tulisan panjang ini bisa dibaca lengkap di situs Project Multatuli yang beralamat di projectmultatuli.org. Di dalam tulisan, Project Multatuli juga menyematkan data visual jejaring perusahaan yang dimiliki Raffi.
“Kami telah mengonfirmasikan berbagai temuan ini ke Raffi Ahmad via pesan singkat WhatsApp pada 9, 10, dan 16 Oktober 2024. Kami juga mengirimkan permohonan wawancara ke surat elektronik yang tertera di kanal YouTube Rans Entertainment pada 1 dan 7 Oktober 2024. Kami juga berupaya mewawancarai Dony Oskaria via pesan singkat WhatsApp pada 15 Oktober 2024. Namun, upaya konfirmasi ini tidak direspons mereka sampai artikel ini dirilis,” tulis Project Multatuli.
Dony Oskaria dimaksud adalah Direktur Utama PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney, perusahaan induk BUMN. Dony memiliki saham di PT Rans Entertainmen Indonesia dan PT RFA Maju Internasional.
Sekilas Project Multatuli
Project Multatuli menyebutkan, mereka melakukan liputan tersebut berbasis sumber data resmi dan terbuka di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU), Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), situs Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), situs Perum Percetakan Negara RI, risalah pengadilan, dan laporan tahunan perusahaan.
Mereka juga mengamati media sosial Raffi dan Nagita serta pemberitaan media untuk mengidentifikasi koneksi bisnis-bisnisnya. “Kerja-kerja ini kami lakukan dalam periode Juli-September 2024. Laporan ini telah dicek oleh konsultan legal kami.”
Project Multatuli merupakan organisasi jurnalisme nonprofit yang terdiri dari reporter, editor, videografer, jurnalis data, dan desainer kampanye digital, yang bekerja dalam prinsip independen, adil, dan akurat. Mereka kerap menyajikan laporan mendalam berbasis riset dan data dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
Seperti dilansir dari situs resminya, nama Project Multatuli digamit dari bahasa Latin, yang artinya ‘Saya banyak menderita’. Selain itu, Multatuli juga dikenal sebagai nama pena Eduard Douwes Dekker, penulis Max Havelaar, yang dijuluki sebagai “buku yang membunuh kolonialisme” oleh Pramoedya Ananta Toer.[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy