Tiga Eks Pejabat Didakwa Korupsi Pembangunan Jalur Kereta Api Aceh

Jalur kereta api di kawasan Aceh Utara, 21 Mei 2021. Dokumentasi Foto for Line1.News
Jalur kereta api di kawasan Aceh Utara, 21 Mei 2021. Dokumentasi Foto for Line1.News

Jakarta – Tiga eks pejabat Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara didakwa melakukan korupsi dalam proyek pembangunan jalur kereta api jalur Besitang-Langsa.

Ketiga terdakwa tersebut adalah mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) wilayah I pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Akhmad Afif Setiawan; Kepala Seksi Prasarana sekaligus Ketua Pokja Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jalur Kereta Api KA Besitang-Langsa 2017 dan 2018, Rieki Meidi Yuwana; dan PPK Jalur Kereta Api Besitang-Langsa Agustus 2019-Desember 2022, Halim Hartono.

Dugaan korupsi yang dilakukan ketiganya merugikan negara hingga Rp1,1 triliun. Dakwaan untuk ketiganya dibacakan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang di Peradilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 15 Juli 2024.

“Korupsi terjadi sejak tahap perencanaan proyek. Proses studi kelayakan, termasuk studi tanah, tidak dilakukan dengan benar. Namun, penguji kelayakan telah dibayar 100 persen,” ujar jaksa dikutip Kamis, 18 Juli 2024.

Jaksa menyebut proyek jalur kereta api Besitang-Langsa dipecah menjadi 11 paket pekerjaan konstruksi. Masing-masing nilainya di bawah Rp100 miliar untuk menghindari ketentuan pekerjaan kompleks.

Selain itu, kata jaksa, proses lelang juga diatur para terdakwa. Setelah proses lelang dilakukan dan pemenang tender sudah ada, proyek mulai dikerjakan.

Ketiadaan hasil studi yang benar membuat proyek ini dikerjakan dengan mengacu rancangan teknik detail atau DED jalur kereta api eksisting (sudah ada) 2011. Dalam laporan akhir DED 2011, tanah di area tersebut secara umum lunak, sehingga ada rekomendasi untuk rekayasa daya dukung tanah.

“Untuk mendapatkan daya dukung tanah dan stabilitas konstruksi tubuh baan yang terbaik, perlu dipertimbangkan rekayasa pondasi dalam atau upaya stabilisasi tubuh baan (tanah yang menjadi landasan jalur kereta api),” ujar jaksa.

Pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa di lahan jalur eksisting tanpa hasil DED terbaru itu, kemudian mengakibatkan jalur-jalur yang dibuat amblas.

Jaksa mencontohkan pada 3 Oktober 2019 terjadi amblasan di kilometer 417+950. Rekanan proyek mencoba memperbaiki tapi amblas kembali pada 23 Desember 2019. Pada Januari 2021, hal serupa terjadi lagi ditambah pergeseran dinding penahan tebing pada tubuh baan sepanjang 100 meter.

Pada 2018, kata jaksa, terjadi amblasan di kilometer 418+800. Pelaksana proyek berupaya melakukan dua kali perbaikan, tapi amblasan terjadi lagi pada 18 Agustus 2019. Ada juga amblasan di titik-titik lainnya yang coba diperbaiki, namun kembali ambles.

“Sampai dengan berakhirnya kontrak tanggal 31 Desember 2023, pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa belum pernah mendapatkan sertifikat kelaikan teknis dan kelaikan operasional, sehingga pembangunan jalur kereta api Bestiang-Langsa tersebut tidak dapat dimanfaatkan atau dioperasionalkan,” ungkap jaksa.

Menurut jaksa, pembayaran telah dilakukan kepada perusahaan-perusahaan yang mengerjakan proyek itu. Ketiga bekas pejabat itu didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Hasil Audit BPKP

Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), jumlah dana yang dicairkan untuk pembayaran paket review design pembangunan jalur kereta api Sigli-Bireuen dan Kuta Blang-Lhokseumawe-Langsa-Besitang pada tahun anggaran 2015, mencapai Rp7,9 miliar. Sedangkan jumlah penggunaan dana untuk pembayaran paket ini yang sesuai ketentuan nol rupiah.

Sementara itu, jumlah pencairan dana untuk pembayaran paket pekerjaan konstruksi pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa sebesar Rp1,1 triliun. Adapun nilai paket pekerjaan konstruksi yang diserahkan menurut hasil audit nol rupiah.

Lalu pada pekerjaan supervisi pembangunan jalur kereta api, dana yang dicairkan untuk pembayaran sebanyak Rp30,5 miliar. Sedangkan penggunaan dana untuk pembayaran pekerjaan sesuai ketentuan juga nol rupiah. Sehingga total kerugian keuangan negara dari tiga item audit ini sebesar Rp1.157.087.853.322.[]

Komentar

Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy