Krisis Seks Menggila, 2 Juta Penduduk China Hilang

Ilustrasi populasi dunia Image credit Ryoji Iwata Unsplash
Ilustrasi populasi dunia(Image credit Ryoji Iwata Unsplash

Jakarta – Penurunan angka populasi China kian menggila. Dalam laporan Biro Statistik Nasional Beijing, populasi negara itu anjlok 2 juta orang.

Penyebabnya adalah angka kelahiran yang tidak bisa mengejar angka kematian. Tren penurunan itu terjadi setelah lebih dari enam dekade mengalami pertumbuhan populasi.

Tren ini menimbulkan kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap perekonomian China, terutama terkait dengan penurunan jumlah tenaga kerja dan peningkatan beban pada sistem jaminan sosial akibat populasi yang menua. Pemerintah China telah mengambil berbagai langkah untuk mendorong peningkatan angka kelahiran, termasuk memberikan insentif finansial dan mempromosikan pendidikan tentang pernikahan dan keluarga.

Pada 2023, populasi China juga menurun mencapai 2,8 juta. Penurunan juga terjadi pada tahun sebelumnya, meski tak terlalu banyak sekitar 850 ribu.

“Populasi mencapai 1,408 miliar pada akhir tahun 2024, turun dari 1,410 miliar pada tahun 2023,” ujar laporan yang di kutip CNBC.

Kepala risiko negara Asia di BMI, Darren Tau mengatakan tren penurunan yang berlanjut bisa menjadi ancaman untuk angkata kerja China. Termasuk juga menghadapi pertumbuhan PDB pertahun selama 10 tahun ke depan.

Economict Intelligence Unit (EIU) mengatakan populasi akan menyusut pada 2050 menjadi 1,317 miliar. Kemudian akan kembali menurun hingga setengah mencapai 732 juta pada 2100.

“Tingkat kesuburan di negara ini menurun lebih cepat dibandingkan negara-negara lain di kawasan seperti Korea Selatan dan Jepang,” kata ekonom senior EIU, Tianchen Xu.

Tay dari BMI menjelaskan kenaikan biaya mengurus anak jadi alasan keluarga China enggan memiliki anak. Menurutnya ini karena mereka hidup di negara maju.

Sebab, semakin maju sebuah negara akan membuat biaya membesarkan anak semakin mahal. Dia menuturkan di negara maju perlu banyak memerlukan investasi yang besar untuk tiap anak.

Namun, tantangan seperti biaya hidup yang tinggi, tekanan pekerjaan, dan perubahan preferensi sosial membuat upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang signifikan. Para ahli memperkirakan bahwa tren penurunan populasi ini akan terus berlanjut dan dapat berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi serta stabilitas sosial di masa depan.

“Semakin maju suatu perekonomian, semakin banyak pula keterampilan yang harus dimiliki oleh para pelaku perekonomian, dan dengan demikian, investasi yang diperlukan untuk setiap (anak) akan meningkat sebesar jumlah tersebut,” jelasnya.

China juga menghadapi masalah selain tingkat penurunan populasi yang tajam. Yakni risiko lonjakan beban fiskal dari masyarakat berusia tua dan pensiunan yang perlu insentif untuk hidup.

“Perhitungan kami menunjukkan bahwa jika usia pensiun dinaikkan menjadi 65 tahun pada tahun 2035, kekurangan anggaran pensiun dapat dikurangi sebesar 20% dan pensiun bersih yang diterima dapat ditingkatkan sebesar 30%, yang berarti meringankan beban pemerintah dan rumah tangga,” kata laporan EIU.

Komentar

Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy