Komisi III DPR Minta Propam Mabes Polri Usut Kasus Aborsi Libatkan Perwira Polda Aceh

Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI
Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI. Foto: Tangkapan Layar YouTube TVR Parlemen

Jakarta – Komisi III DPR RI mendukung Polda Aceh yang akan menggelar sidang kode etik profesi kepolisian terhadap Ipda YF, yang diduga menyuruh pacarnya, VF, pramugari Air Asia, melakukan aborsi.

Hal itu merupakan kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI dengan Kapolda dan Gubernur Akpol, Kamis dikutip Sabtu, 8 Februari 2025, dari YouTube TVR Parlemen.

“Komisi III DPR RI meminta Kadiv Propam Mabes Polri mengusut dugaan tindakan pidana pemaksaan aborsi oleh Ipda YF,” bunyi poin kedua kesimpulan.

Sebelumnya, di rapat tersebut Kapolda Aceh Irjen Achmad Kartiko mengatakan dugaan pemaksaan aborsi dilakukan pada dua tahun lalu saat Ipda YF masih berstatus taruna Akademi Kepolisian.

“Artinya, yang bersangkutan saat itu belum menjadi anggota Polda Aceh. Sebenarnya [kasus itu] tidak pantas diumbar ke ranah publik. Masalah ini juga tidak dilaporkan ke polisi,” ujar Kartiko.

Namun, tambah Kartiko, Polda Aceh telah melakukan klarifikasi dan bukti-bukti perkara tersebut, menggelar rapat internal dan melakukan langkah-langkah mitigasi di antara para pihak.

“Perbuatan tersebut dilakukan dua orang dewasa yang sama-sama belum menikah, yang secara sadar suka sama suka berpacaran, dan melakukan hubungan di luar nikah.”

Sementara itu, Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Aceh, Kombes Pol Eddwi Kurniyanto mengatakan kasus itu telah berakhir damai ketika kedua belah pihak keluarga masing-masing bertemu di Bali.

“Sepakat berdamai dan tidak memperpanjang masalah. Pihak saudari VF sampai sekarang sudah tidak mempermasalahkan lagi dan dianggap ini adalah masalah pribadi,” katanya.

Namun, dari penjelasan tersebut, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan kasus itu tidak bisa dianggap sepele. “Karena yang berkembang di masyarakat, alumni Akpol ini yang menyuruh menggugurkan kandungan. Secara moral dan tindak pidana, ini masalah, ada pasalnya [dalam KUHP],” ujarnya.

Secara moral, kata Habiburokhman, sosok taruna yang harusnya menjadi panutan di masyarakat justru melakukan perbuatan yang tak memenuhi standar moral masyarakat dan menyuruh melakukan pidana.

Sementara itu, anggota Komisi III Rudianto Lallo mengatakan, aborsi bukanlah delik aduan melainkan delik umum yang tercantum dalam–setidaknya–lima pasal KUHP.

“Bayi dalam kandungan dia itu subjek hukum, Pak. Ketika lahir hingga meninggal, dia dilindungi negara. Dia punya hak hidup. Makanya saya tergelitik, seakan-akan ini bukan kasus,” ujar Rudi.

“Saya tidak melihat yang bersangkutan [Ipda YF] disidang kode etik, belum proses pidananya. Makanya, mohon diberi sanksi yang setimpal dengan perbuatannya.”

Anggota Komisi III yang lain menyebutkan kasus aborsi itu tidak boleh didamaikan. Dua-duanya dianggap bersalah.

Baca juga: Polda Aceh Usut Lulusan Akpol Diduga Paksa Pacar Aborsi Agar Karier Aman

Sebelumnya, kasus itu viral di media sosial setelah VF membeberkan pengalamannya menjalin hubungan dengan seorang taruna Akpol yang kini bertugas di Polda Aceh.

Kisah ini diungkapkan melalui akun X @randomable_. Disebutkan, pramugari yang menjadi korban itu mengalami tekanan mental dan fisik akibat perilaku sang taruna yang diketahui lulus Akpol pada 2023.

Korban mengatakan pacarnya itu kerap memaksakan hubungan intim meskipun dirinya menolak dan merasa kesakitan. “Dia tidak akan berhenti sampai saya terluka atau berdarah,” ungkapnya.

Kisah pilu berlanjut ketika korban mengetahui dirinya hamil. Bukannya bertanggung jawab, sang taruna justru memaksa korban melakukan aborsi. Ia mencekoki korban obat hingga tiga kali sehari, meskipun korban telah menolak.

Akibatnya, korban mengalami keguguran. “Dia bilang anak itu sumber masalah, dan dia tidak bisa menikahi saya karena aturan Akpol melarang,” kata korban.[]

Komentar

Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy