Banda Aceh – Tim jaksa penyidik pidana khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh memeriksa 50 saksi terkait dugaan penyimpangan dalam pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah di Aceh Timur.
Pelaksana Tugas Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Aceh Ali Rasab Lubis, mengatakan 50 saksi yang diperiksa itu terdiri dari pengurus dan anggota kelompok yang diduga menerima bantuan. Selain itu, diperiksa juga para keuchik dan camat tempat lokasi pengadaan.
Pemeriksaan dilakukan sejak Senin, 20 Mei hingga Selasa, 21 Mei, di ruang seksi tindak pidana khusus Kejaksaan Negeri Aceh Timur.
“Sebelumnya saksi-saksi tersebut telah dilakukan pemanggilan secara sah oleh Penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh,” ujar Ali Rasab dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu, 22 Mei 2024.
Hasil pemeriksaan kelimapuluh saksi itu, tambah Ali Rasab, akan digunakan dalam pembuktian perkara tersebut.
Jumat pekan lalu, 17 Mei 2024, Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Suhendri telah diperiksa di ruang bidang tindak pidana khusus Kejati Aceh.
Baca Juga: Ketua BRA Suhendri Diperiksa 6 Jam, Dicecar 30 Pertanyaan
Suhendri dicecar sekitar 30 pertanyaan terkait proyek pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah di BRA untuk masyarakat korban konflik di Aceh Timur. Dana pengadaan ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Perubahan.
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian mengatakan penyaluran bantuan tersebut diperuntukkan bagi sembilan kelompok masyarakat di Kecamatan Nurussalam dan Darul Aman, Aceh Timur, dengan anggaran Rp15 miliar lebih pada perubahan APBA Tahun Anggaran 2023.
“Program ini sifatnya sebagai pokok pikiran (pokir) Anggota DPRA. Berdasarkan temuan dan analisa awal kami, nama setiap kelompok sengaja didesain sedemikian rupa untuk memuluskan pencairan anggaran,” ujar Alfian melalui keterangan tertulis, Sabtu, 7 Mei 2024.
Baca Juga: MaTA Minta Kejaksaan Ungkap Aktor Utama Dugaan Korupsi Bantuan Ikan di Aceh Timur
Secara administrasi, kata dia, kemungkinan kelompok-kelompok itu ada. “Tapi fakta di lapangan tidak ada, dan ini salah satu modus yang telah terjadi,” ujarnya.
Itu sebabnya, tambah Alfian, aparatur di gampong-gampong sama sekali tidak mengetahui keberadaan nama kelompok dan anggaran bantuan tersebut.
“Padahal saat ini tiap bantuan ke gampong perlu ada koordinasi dengan aparatur gampong sehingga kebijakan anggaran yang bersumber dari APBA dan APBK tidak tumpang tindih dengan anggaran dana desa. Tapi hal tersebut tidak terjadi,” ujar Alfian.
Makanya, Alfian menduga bantuan tersebut fiktif dan sangat berpotensi dimanfaatkan pihak tertentu, bahkan dipolitisasi untuk kepentingan Pemilu yang baru saja berlangsung.
Temuan MaTA memperlihatkan masing-masing kelompok penerima bantuan menerima rata-rata Rp1,7 miliar lebih. Rinciannya: Sobat Nelayan (Rp1,750 miliar), Makmur Beusare (Rp1,750 miliar), Cabang Utama (Rp1,750 miliar), Bintang Timur (Rp2 miliar), Jasa Rakan Mandum (Rp1,5 miliar), Doa Ibu (Rp1,750 miliar), Ka Kumatsu (Rp1,750 miliar), Gudang Meuh (Rp1,750 miliar), dan Raja Meujulang (Rp1,750 miliar).[](Rma)
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy