Banda Aceh – Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian meminta Kejaksaan Negeri Aceh Timur dan Kejaksaan Tinggi Aceh mengusut tuntas dugaan korupsi program bantuan budidaya ikan kakap dan pakan runcah oleh Badan Reintegrasi Aceh (BRA).
Alfian mengatakan penyaluran bantuan tersebut diperuntukkan bagi sembilan kelompok masyarakat di Kecamatan Nurussalam dan Darul Aman, Aceh Timur, dengan anggaran Rp15 miliar lebih pada perubahan APBA Tahun Anggaran 2023.
“Program ini sifatnya sebagai pokok pikiran (pokir) Anggota DPRA. Berdasarkan temuan dan analisa awal kami, nama setiap kelompok sengaja didesain sedemikian rupa untuk memuluskan pencairan anggaran,” ujar Alfian melalui keterangan tertulis, Sabtu, 7 Mei 2024.
Secara administrasi, kata dia, kemungkinan kelompok-kelompok itu ada. “Tapi fakta di lapangan tidak ada, dan ini salah satu modus yang telah terjadi,” ujarnya.
Itu sebabnya, tambah Alfian, aparatur di gampong-gampong sama sekali tidak mengetahui keberadaan nama kelompok dan anggaran bantuan tersebut.
“Padahal saat ini tiap bantuan ke gampong perlu ada koordinasi dengan aparatur gampong sehingga kebijakan anggaran yang bersumber dari APBA dan APBK tidak tumpang tindih dengan anggaran dana desa. Tapi hal tersebut tidak terjadi,” ujar Alfian.
Makanya, Alfian menduga bantuan tersebut fiktif dan sangat berpotensi dimanfaatkan pihak tertentu, bahkan dipolitisasi untuk kepentingan Pemilu yang baru saja berlangsung.
Temuan MaTA memperlihatkan masing-masing kelompok penerima bantuan menerima rata-rata Rp1,7 miliar lebih. Rinciannya: Sobat Nelayan (Rp1,750 miliar), Makmur Beusare (Rp1,750 miliar), Cabang Utama (Rp1,750 miliar), Bintang Timur (Rp2 miliar), Jasa Rakan Mandum (Rp1,5 miliar), Doa Ibu (Rp1,750 miliar), Ka Kumatsu (Rp1,750 miliar), Gudang Meuh (Rp1,750 miliar), dan Raja Meujulang (Rp1,750 miliar).
Jangan Hanya di Level Operasional
Saat ini, Kejaksaan Negeri Aceh Timur sedang menyelidiki kasus tersebut dengan dukungan dari Kejaksaan Tinggi Aceh. MaTA mendesak kedua lembaga yudikatif tersebut mengungkap kasus itu secara utuh.
“Artinya, kami tidak berharap kasus ini hanya mengorbankan oknum di level operasional saja. Tetapi yang menjadi harapan publik, aktor utama pelaku kejahatan luar biasa ini juga harus tersentuh hukum. Aktor-aktor yang berada di belakang meja yang merancang perampokan uang publik Aceh juga harus dipidana jika terbukti melakukan korupsi. Hal ini penting dilakukan untuk memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban konflik Aceh,” ujar Alfian.
Selain itu, kata dia, kasus tersebut jangan hanya dilihat secara kerugian keuangan semata tetapi juga kerugian sosial yang lebih besar. “Seharusnya para korban konflik, mantan kombatan dan tapol/napol pada tahun 2023 sudah menerima dana konpensasi akibat perang, tapi malah dikorupsi. Mereka bahkan tidak tahu-menahu tentang bantuan ini,” ujarnya.
Oleh sebab itu, pungkas Alfian, penyidik juga perlu menelusuri ihwal penganggaran program tersebut sejak awal agar masyarakat bisa mengetahuinya. “Karena program ini sejak penganggaran memang sudah bermasalah terutama secara administrasi.”[](Rilis)
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy