Banda Aceh – Anggota Komisi X DPR RI asal Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal mengatakan aturan zonasi yang mengatur jarak rumah siswa dengan sekolah terdekat jangan menimbulkan polemik baru bagi masyarakat kurang mampu.
“Jangan sampai dengan adanya aturan zonasi, jarak rumah yang sudah diatur pemerintah dengan persentase secara merata masih menyisakan persoalan, terutama bagi masyarakat kurang mampu yang tidak bisa sekolah di negeri,” ujar Illiza setelah bertemu para stakeholder di Ruang Rapat Kantor Gubernur Aceh, saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, Jumat dikutip Senin, 15 Juli 2024.
“Terlebih lagi yang memanfaatkan jual beli, sogok-menyogok kursi untuk siswa-siswi baru. Ini menjadi masalah yang menjadi perhatian yang perlu dievaluasi secara tegas, harus diberikan sanksi yang berat,” ujar bekas Wali Kota Banda Aceh ini.
Ia mencontohkan di Bandung yang ditemukan banyak kecurangan dalam PPDB 2024 sehingga ada oknum-oknum yang dipecat. “Mudah-mudahan ke depan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat aturan yang jelas dan sanksi tegas,” ujarnya.
Karena itu, Illiza berharap pada masa pemerintahan baru nanti, tidak ada lagi persoalan terkait Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB. Ia berharap ada skema baru dalam PPDB yang tak lagi menggunakan sistem zonasi.
Illiza mengkritik sistem zonasi yang telah berjalan tujuh tahun ini, belum memberikan dampak yang sangat baik terhadap penerimaan siswa baru.
“Maka, diharapkan ke depan di tahun 2025 [ada] skema baru dengan pemimpin baru agar persoalan PPDB ini tidak lagi menjadi kendala untuk mengakses pendidikan di Indonesia,” ujar politisi Fraksi Partai Persatuan Pembangunan ini.

Bangun Tol Bisa, Apa Negara Mampu Bangun Sekolah?
Sistem zonasi juga dikritik Anggota Komisi X DPR RI yang lain, Lisda Hendrajoni, dalam kunjungan reses yang sama. Legislator asal Sumatera Barat ini menyayangkan masih adanya ketimpangan antara sekolah favorit dan sekolah biasa. Akibatnya, kata Lisda, para orang tua berlomba memasukkan anaknya ke sekolah favorit.
Seharusnya, kata Lisda, ada penambahan jumlah sekolah dengan sarana dan prasarana secara merata dan memadai. “Apakah negara mampu membangun sekolah, memberikan pelatihan-pelatihan kepada guru-guru kita? Pasalnya sekolah dan guru-guru yang mempunyai kualitas baik, menjadi investasi masa depan bangsa ini, sedangkan untuk membangun jembatan dan jalan tol saja bisa,” ujar politikus Partai NasDem tersebut.
Saat ini, kata bekas pramugari Garuda itu, semakin tinggi jenjang pendidikan semakin berkurang jumlah sekolahnya. Jumlah SD lebih banyak daripada SMP. Begitu juga SMP, lebih banyak daripada SMA.
“Kalau seperti ini berarti pemerintah mempersiapkan anak-anak kita untuk tidak bersekolah, dan tidak mendapatkan hak pendidikan. Ini betul-betul sudah melanggar Undang-Undang 1945,” ujar istri dari Hendrajoni, Bupati Pesisir Selatan, Sumatera Barat periode 2016–2021 tersebut.
“Pemerintah harusnya hadir dalam upaya mencerdaskan seluruh anak bangsa merupakan amanat UUD 1945. Maka itu negara wajib hadir dan turun tangan mewujudkan hal tersebut.”[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy