Palembang – Kongres Aliansi Jurnalis Independen (AJI) XII di Palembang, Sumatera Selatan pada 3 hingga 5 Mei 2024, diawali pembahasan tentang Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Pembahasan ini masuk dalam agenda Indonesia Fact Checking Summit (IFCS) pada 2 Mei. IFCS sebagai forum nasional juga akan membahas tren gangguan informasi dan ekosistem media selama Pemilu 2024.
Setelah itu pada 3 Mei diadakan Press Freedom Conference (PFC) yang bakal mempertemukan jaringan organisasi jurnalis Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Kamboja dan, Timor Leste. PFC akan membahas kaitan antara krisis iklim, demokrasi dan kebebasan Pers. Kegiatan ini sekaligus memperingati Hari Kebebasan Pers Internasional yang dirayakan setiap 3 Mei.
Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito mengatakan dua kegiatan itu menjadi momentum bagi jurnalis di Indonesia dan regional untuk mempererat solidaritas di tengah kesamaan ancaman internal dan eksternal di masing-masing negara-negara di Asia Tenggara.
Lima tahun terakhir, kata Sasmito, jurnalis dan media independen dihadapkan pada disinformasi, perkembangan kecerdasan buatan, polarisasi, dan krisis iklim. Di tengah situasi itu, peran jurnalis dan media independen jauh lebih dibutuhkan.
Namun, tambah Sasmito, serangan terhadap pers juga cukup masif. Mulai dari regulasi yang represif, pelbagai bentuk kekerasan, hingga penyensoran yang telah menjadi tantangan serius.
“Sehingga AJI perlu mengambil peran untuk menyatukan kolaborasi dengan komunitas pers di regional dan masyarakat sipil lainnya agar kebebasan pers dapat dilindungi untuk menjaga demokrasi,” tutur Sasmito.
Dua kegiatan itu setidaknya akan diikuti sekitar 300 peserta dari jurnalis, pers mahasiswa, akademisi, pengelola media, NGO, dan kedutaan sejumlah negara.
Di sisi lain, Ketua AJI Palembang M Fajar Wiko mengatakan, momentum Kongres ke-12 AJI seharusnya dapat memantik perkembangkan jurnalisme yang lebih baik ke depan, baik di tingkatan nasional maupun lokal.
Apalagi hasil survey Indeks Kebebasan Pers (IK) yang digelar Dewan Pers akhir 2023 menempatkan Sumatra Selatan di lima terbawah. Sehingga menurut Wiko kolaborasi yang dilakukan oleh semua unsur diharapkan bisa membuat pers semakin dipercaya oleh masyarakat.
“Setelah Piagam Palembang pada 2010 lalu, kini kita dihadapkan pada situasi dan iklim jurnalisme yang bergerak secara cepat dan masif. Nyatanya hari ini, kita tidak mampu mengimbangi hal tersebut karena Sumsel berada di peringkat lima terbawah (IKP) yang seharusnya jadi perhatian semua pihak.”[](rilis)
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy