Penyakit ‘ain berdampak negatif pada kesehatan fisik maupun mental. Penyakit ini tidak tampak secara medis. Banyak ulama dan praktisi rukiah mengakui keberadaan penyakit ini berdasarkan dalil-dalil dalam Al-Qur’an dan hadis. Misalnya, ayat ke-51 surat Al-Qalam tentang penyakit ‘Ain:
وَإِن يَكَادُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا الذِّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُ لَمَجْنُونٌ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang kufur itu hampir-hampir menggelincirkanmu dengan pandangan matanya ketika mereka mendengar Al-Qur’an dan berkata, ‘Sesungguhnya dia (Nabi Muhammad) benar-benar orang gila’.”
Menurut Al-Qurthubi, latar belakang turunnya ayat ini berkaitan dengan seorang laki-laki Arab pada masa dahulu yang berpuasa atau bertapa selama dua atau tiga hari tanpa makan.
Setelah itu, ia mendirikan tenda. Ketika ada unta atau kambing yang melewatinya, dengan takjub ia berkata, “Kami belum pernah melihat unta dan kambing seperti hari ini!” Tak lama kemudian, beberapa unta dan kambing tersebut jatuh dan mati.
Mengetahui hal ini, orang-orang kafir meminta lelaki tersebut untuk mencelakai Nabi Muhammad SAW dengan pandangannya, dan ia pun menyanggupinya. Ketika Nabi lewat, lelaki itu berkata, “Kaummu benar-benar mengira bahwa kamu adalah pemimpin yang membawa harapan baik, namun sebenarnya kamu hanyalah pemimpin yang terkena ‘ain.”
Namun, Allah SWT melindungi Nabi, dan sebagai respons atas kejadian ini, turunlah ayat tersebut.
Baca Juga: Begini Adab Berbicara Seorang Muslim yang Diajarkan Rasulullah SAW
Menurut Al-Qusyairi sebagaimana dikutip oleh Al-Qurthubi dalam al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an, dalam kasus itu ada pandangan yang menyatakan bahwa musibah yang datang akibat penyakit ‘ain hanya karena pandangan baik dan takjub, bukan karena pandangan dengan penuh kebencian.
Namun, pendapat ini segera dilengkapi dengan argumen lain yang menyatakan bahwa pada hakikatnya, ‘ain berawal dari pandangan yang bermuatan permusuhan. Bahkan, pandangan tersebut pada dasarnya mengandung niat untuk mencelakai atau membinasakan.
Sampai di sini, jelaslah bahwa ‘ain merupakan ancaman nyata yang dapat menimpa siapa saja, kapan saja. Hanya dengan pandangan mata atau ucapan ringan, seseorang bisa terkena musibah, bahkan dalam kejadian yang tampak tidak masuk akal.
Doa Nabi Muhammad SAW
Karena ‘ain sangat berbahaya, Nabi Muhammad SAW mengajarkan doa perlindungan agar terhindar darinya, baik untuk diri sendiri, anak, istri, maupun orang lain. Suatu ketika, Nabi Muhammad SAW merasa sedih karena Sayyid Hasan dan Sayyid Husain terkena ‘ain. Kemudian, Jibril AS datang dan mengajarkan suatu doa, sebagaimana dikutip oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Quranil Azhim.
اللَّهُمَّ ذَا السُّلْطَانِ الْعَظِيْمِ وَالْمَنِّ الْقَدِيْمِ ذَا الْوَجْهِ الْكَرِيْمِ وَلِيَّ الْكَلِمَاتِ التَّامَّاتِ وَالدَّعَوَاتِ الْمُسْتَجَابَاتِ عَافِ الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنِ مِنْ أَنْفَسِ الْجِنِّ وَأَعْيُنِ الْإِنْسِ
Artinya, “Wahai Allah yang memiliki kekuasaan agung, yang memiliki anugerah yang terdahulu, yang memiliki ‘wajah’ mulia, yang mengelola kalimat-kalimat sempurna dan doa-doa mustajab. Sembuhkanlah al-Hasan dan al-Husain dari hal-hal yang disukai jin dan mata manusia.”
Karena doa ini dibacakan untuk Sayyid Hasan dan Husain pada zaman Nabi, maka kedua nama tersebut dapat diganti dengan nama orang yang terkena ‘ain saat ini. Selain doa yang diajarkan oleh Nabi sebagaimana disebutkan di atas, Ar-Razi juga mengutip dalam Mafatihul Ghaib, pendapat dari Al-Hasan bahwa Ayat 51 Surat Al-Qalam bisa dijadikan sebagai penawar untuk musibah ‘ain.
Baca Juga: Ketika Ali dan Aisyah Beda Pilihan Politik
Selain dengan doa tersebut, seseorang juga dapat menghindari musibah ‘ain dengan tidak memamerkan capaian atau prestasi diri, anak, maupun keluarganya. Sebab, dengan memamerkan pencapaian, orang lain pasti akan melihatnya, dan melalui pandangan inilah jalan ‘ain terbuka—baik melalui kekaguman, kedengkian, maupun kebencian.
Kesimpulannya, meskipun ‘ain dapat mendatangkan musibah yang besar, selalu ada solusi dari Allah SWT melalui contoh dari Nabi-Nya maupun para penerusnya. Kemudian yang terpenting lagi kita harus mencegah terjadinya ‘ain pada diri sendiri dan keluarga. Wallahu A’lam.[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy