Lhokseumawe – Di sebuah lokasi di perairan Pase, Aceh Utara, yang belum terlacak hingga kini, disebut-sebut tersimpan harta karun berupa emas 60 ton. Legenda harta karun ini tak terlepas dari keberadaan Flor de la Mar, kapal Portugis yang mengangkut 60 ton emas hasil rampokan tersebut.
Mengutip Wikipedia, Sabtu, 22 Juni 2024, Flor do Mar atau Flor de la Mar dibangun di Lisbon, Portugis, pada 1502. Diklaim sebagai salah satu kapal terbaik pada masanya, Flor de la Mar sengaja dibuat untuk menjalankan pemerintahan Portugis di wilayah jajahan India.
Dengan berat 400 ton dan panjang 36 meter, kapal ini merupakan kapal karak terbesar yang pernah dibuat, hampir dua kali ukuran kapal terbesar yang pernah berlayar sebelumnya. Flor de la Mar mampu mengangkut 500 pelaut dan 50 senjata.
Di zamannya, kapal Flor de la Mar dinobatkan sebagai kapal terbesar di Eropa. Status ini membuat Flor de la Mar menjadi kapal utama dalam rangkaian eksplorasi lautan Portugis.
Pelayaran perdana kapal menuju India untuk menemukan rempah-rempah dan menaklukkan wilayah di sana. Nakhodanya Estevao da Gama, sepupu pelaut legendaris, Vasco da Gama.

Selama berlayar, Flor de la Mar pernah rusak di Mozambik. Namun, masalah itu bukanlah hal besar karena kapal kembali berlayar ke India.
Bertahun-tahun sesudah itu, Flor de la Mar mengalami serangkaian kerusakan lagi. Rencananya, kapal itu akan dibawa pulang ke Portugal. Entah kenapa, raja muda India-Portugis yang baru dinobatkan, Afonso de Albuquerque, melarangnya dan membawa Flor do Mar mendukung penaklukan Goa pada 1510 serta Malaka pada 1511.
Saat itu Malaka dikenal sebagai pusat perdagangan rempah-rempah, sebelum akhirnya diketahui bahwa rempah-rempah di sana berasal dari Maluku.
Rampok Emas Berakhir Karam
Pada 1511, Flor de la Mar tiba di Malaka. Armada Portugis di bawah pimpinan Afonso de Albuquerque menyerang Kesultanan Malaka yang dipimpin Sultan Mahmud.
Seluruh harta benda Sultan Mahmud dirampas, termasuk 60 ton emas. Mengingat kapasitasnya yang besar, Afonso de Albuquerque memutuskan menggunakan Flor de la Mar untuk mengangkut harta karun dalam jumlah besar yang dijarah dari istana Sultan Malaka. Satu versi menyebutkan, seluruh jarahan termasuk 60 ton emas tersebut akan dibawa ke Portugal bukan India.
Amirul Hadi dalam Respons Islam terhadap Hegemoni Barat (2006) menuliskan, harta yang ada di kapal itu menjadi rampasan termahal yang pernah diperoleh Portugis sejak mereka tiba di India.
Dalam perjalanan dari Malaka ke India, Flor de la Mar dikawal kapal-kapal pengiring yang kecil. Hal ini dilakukan agar kapal tersebut tak dirampok bajak laut.
Meski sudah dipastikan aman dari bajak laut, kapal Flor de la Mar tak aman dari ancaman alam. Di hari kedua pelayaran seluruh kapal berlayar menuju jalur badai yang sangat dahsyat. Badai dan ombak datang tak berhenti. Praktis, semua kapal layar itu goyang apalagi seluruh kapal tercatat kelebihan muatan.
“Kapal yang kelebihan muatan itu segera tenggelam ke dasar laut. Membawa serta seluruh awak kapal dan semua harta berharga yang dikandungnya,” tulis Peter O. Koch dalam To the Ends of the Earth: The Age of the European Explorers (2015).
Lokasi Sebenarnya
Ada yang menyebutkan, Flor de la Mar karam setelah menghantam terumbu karang dekat Pulau Sumatera, tepatnya di perairan Pedir, daerah Pidie.
Namun, dalam Suma Oriental que trata do Mar Roxo até aos Chins (Ikhtisar Wilayah Timur, dari Laut Merah hingga Negeri Cina) yang ditulis Tome Pires disebutkan, Flor do Mar keluar dari Malaka pada akhir 1511.
Saat berlayar di sepanjang negara bagian Pasai di timur laut Sumatra, kapal tersebut terjebak dalam badai dan karam di beberapa perairan dangkal, menyebabkan banyak korban jiwa.
Versi lain menyebutkan, kapal tersebut tidak selamat dari badai dan tenggelam pada malam 20 November 1511, di lepas pantai Timia di Kerajaan Aru, Sumatra.
Aru atau Haru adalah Kerajaan Batak Karo di wilayah pantai timur Sumatera Utara dan berkuasa pada abad 13 hingga abad 16 Masehi. Pada masa jayanya kerajaan ini menjadi kekuatan bahari yang cukup hebat, dan mampu mengendalikan kawasan bagian utara Selat Malaka. Kitab berbahasa Arab-Melayu Sulalatus Salatin, menyebutkan Kerajaan Haru sebagai salah satu kerajaan yang cukup berpengaruh di kawasan. Haru disebut sebagai kerajaan yang setara kebesarannya dengan Malaka dan Pasai.
Dari segi jarak, lokasi perairan Pasai atau Pase dan Aru terentang lumayan jauh untuk ukuran kapal layar. Selain itu, sebagaimana catatan sejarawan Portugis Joao de Barros, Timia yang dimaksud kemungkinan adalah Tamiang.
Sementara sejarawan Portugis lainnya, Fernao Lopes de Castanheda dalam catatannya menyebutkan tentang kepergian sejumlah awak kapal Flor De La Mar ke satu kota bernama Temiao, setelah kapal itu kandas di perairan lepas pantai Temiao.
Artinya, Timia, Temiao, dan Tomjam atau Tomjano–dalam catatan Tomo Pires–tak lain adalah Tamiang.

Dalam kisah kapal karam itu disebutkan, ketika badai terjadi tak ada satupun orang yang menyelamatkan 60 ton emas tersebut. Semua bergegas menyelamatkan diri, begitu juga Alfonso. Ia diselamatkan dalam kondisi yang paling sulit, menggunakan rakit improvisasi, tetapi muatannya hilang dan tidak dapat diambil kembali.
Selain itu, lebih dari 400 orang kru kapal juga hilang dan Flor de la Mar masih belum ditemukan di dasar laut. “Ini adalah ekspedisi yang ditakdirkan untuk bukti dari sifat serakah,” tulis Peter O. Koch.
Hingga kini, emas 60 ton itu masih misteri. Namun, mengingat sifatnya yang tahan air, emas itu dipastikan masih ada sampai sekarang setelah ratusan tahun lamanya. Hanya saja, lokasinya sudah pasti berpindah dari titik awal karamnya kapal. Hingga kini pun, belum ada pemburu harta karun yang berhasil menemukannya.
Upaya untuk menemukan dan menyelamatkan bangkai kapal telah menimbulkan kontroversi. Portugal, Indonesia, dan Malaysia semuanya mengklaim hak penyelamatan. Harta karun Flor de la Mar yang hilang disebutkan dalam serial fiksi ilmiah “Doctor Who BBC 2022 Legend of the Sea Devils” yang disiarkan di BBC One pada 17 April 2022.[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy