Akademisi Australia: Prabowo Gunakan Toxic Positivity dalam Pemilu 2024

Professor dari Australian National University Ross Tapsell dalam diskusi IFCS di Kongres AJI, Palembang. Foto: Ist

Palembang – Professor dari Australian National University Ross Tapsell mengatakan calon presiden Indonesia Prabowo Subianto menggunakan toxic positivity dalam kampanye Pilpres 2024. Penilaian ini muncul setelah Tapsell melakukan riset dan membandingkan tiga negara yang sama-sama melakukan Pemilu, yaitu Indonesia, Filipina dan Malaysia.

Menurut Tapsell, apa yang terjadi di ketiga negara itu tidak terlalu berbeda dari segi kampanye calon presiden melalui media sosial. “Banyak yang mengatakan bahwa Indonesia dan Filipina itu hampir sama dalam hal ini selama pemilu, namun ada sedikit perbedaan,” ujar Tapsell saat menjadi keynote speaker acara Indonesia Fact Checking Summit (IFCS) pada Kongres Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Palembang, seperti dikutip, Jumat, 3 Mei 2024.

Menurut Tapsell, kandidat presiden Filipina Marcos Jr menggunakan media sosial TikTok untuk menggambarkan bagaimana hebatnya pemerintahan Marcos masa lalu. “Ini jelas disinformasi,” ungkap Tapsell.

Berbeda dengan Prabowo dan elit Orde Baru lainnya, tambah Tapsell, yang tidak menuliskan sejarah masa lalu seperti Marcos. Namun keduanya sama-sama menggunakan toxic positivity dalam kampanye.

Kampanye Prabowo, kata dia, kebalikan dari apa yang selama ini dipahami sebagai disinformasi. Daripada menggunakan taktik kampanye negatif, kampanye Prabowo bertujuan untuk secara konsisten membangkitkan energi positif.

Prabowo sering kali setuju dan mengucapkan terima kasih kepada lawan-lawannya selama debat. “Namun tetap menghindari wawancara dan konferensi pers yang mungkin akan membuat dia dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan sulit tentang masa lalunya atau meneliti kebijakan-kebijakannya di masa depan.

Prabowo, kata Tapsell, juga mengiyakan dan tidak pernah menjelekkan pasangan lain, termasuk kebijakan yang dilakukan pemerintah saat ini. “Ini menjadi tantangan untuk pencari fakta, juga mengidentifikasi kembali apa itu disinformasi. Bagaimana pendapat kita mengenai peran media sosial dalam kampanye ini, jika media sosial tidak menyebarkan disinformasi dalam bentuk yang kita kenali?” tanya Tapsell.

Oleh sebab itu, Tapsell menyarankan para pencari fakta harus mulai memindahkan fokus dari sekadar konten ucapan kebencian ke tingkat yang lebih serius lagi yaitu propaganda pemerintah.

Tantangan Jurnalis ke Depan

IFCS diselenggarakan oleh AJI bersama AMSI (Asosiasi Media Siber Indonesia) dan Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia) dengan didukung Google News Initiative. IFCS di Palembang merupakan pertemuan ketiga kalinya yang dihadiri lebih dari 500 peserta terdiri dari media, jurnalis, mahasiswa dan akademisi.

Hadir sejumlah pakar di antaranya Koordinator Koalisi CekFakta Adi Marsiela, News Partner Manager Google Indonesia Yos Kusuma, Ketua Presidium Mafindo Septiaji Eko, dan Ummi Salamah, Kepala LPPSP Fisip Universitas Indonesia.

Septiaji menyatakan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilu 2024 ini berbeda dengan sebelumnya. “Yang kita hadapi bukan saja akun-akun atau aktor politik, tetapi juga konten farming. Ekosistem Cek Fakta bisa menghasilkan 400-500 sebulan, sementara konten yang diproduksi oleh konten farming ini bisa 4-5 video per hari persaluran,” ujar Septiaji.

Menurut dia tantangan ke depan lebih banyak. Jadi bukan hanya disinformasi, tetapi juga masuknya Artificial Intelegence (AI) atau kecerdasan buatan. “Ada deep fake audio dan video dan belum ada yang sangat serius, sangat mungkin kalau lebih canggih akan membingungkan,” kata Septiaji.

Septiaji juga menyampaikan kalau pengecekan fakta tidak cukup, semua pihak harus juga masuk ke pencegahan de-bunking dan harus berkolaborasi dengan semua, termasuk pihak internasional.

Sementara Adi Marsiela mengatakan CekFakta sudah melakukan pengecekan hampir 3.523 artikel yang dikumpulkan oleh koalisi, yang dibongkar kebohongannya oleh CekFakta pada 2023 lalu.

Sementara hingga dari Januari hingga 20 April 2024 ada sebanyak 2.268 artikel yang dibongkar oleh CekFakta. Jumlah yang banyak itu karena momen Pilpres 2024, dan ramai dengan aplikasi Sirekap.

Adi menyampaikan lima topik teratas sejak Januari 2024 adalah Pilpres (37,5 persen), politik (13,7 persen), luar negeri (12,7 persen), penipuan (11,2 Persen) dan bencana (7,5 persen). “Pilpres dan politik dibedakan karena momennya berbeda. Kalau isu politik terkait kebijakan pemerintah,” kata Adi.

Adapun Yos Kusuma menyebutkan banyak bekerja sama dengan mitra ekosistem untuk menghadapi Pemilu, membekali masyarakat agar dapat mengenali hoaks.

Sedangkan Ummi Salamah menekankan agar cekfakta menampilkan sisi emosional agar bisa diterima banyak kalangan. “Pesan yang lebih emosional lebih diterima. Karena arsitektur dari digital adalah emosional, buktinya like, ini kan emosi,”kata Ummi Salamah.

Talkshow sesi utama diakhiri dengan makan siang. Setelah itu ada beberapa talkshow lanjutan seperti Literasi Media, Preferensi Politik dan Kepercayaan Publik pada Media dan Mencari Praktik Ideal Pemeriksaan Fakta Bagi Ruang Redaksi di Era Post Truth. IFCS diakhiri dengan pidato penutup oleh Profesor Masduki dari UII tentang bagaimana media menyiapkan diri menghadapi disrupsi informasi pada Pilkada 2024.[](rilis)

Cekfakta.com, adalah sebuah platform berbasis web yang memfasilitasi kolaborasi antara 25 institusi pers Indonesia untuk berbagi hasil pengecekan fakta. Cara kerjanya adalah dengan mempublikasikan konten untuk melacak dan mengoreksi konten lainnya yang diduga mengandung misinformasi.

Komentar

Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy