Toko Buku di Turki Menang Gugatan Hak Cipta atas Hermes

Umit Nar — pemilik toko buku Hermes Sahaf di depan kedainya yang menjual buku-buku bekas dan antik di kota Konak, İzmir, Turki. Foto: AFP
Umit Nar — pemilik toko buku Hermes Sahaf di depan kedainya yang menjual buku-buku bekas dan antik di kota Konak, İzmir, Turki. Foto: AFP

Ankara – Seorang pemilik toko buku di Izmir, Turki, menang atas gugatan hak cipta terhadap rumah mode mewah asal Prancis, Hermes.

Putusan pengadilan Ankara itu membatalkan sebagian keputusan TurkPatent, otoritas kekayaan intelektual Turki, yang melarang merek apa pun selain Hermes Paris menggunakan nama Hermes.

Dengan kemenangan itu, si pemilik toko akhirnya bisa menyematkan nama Hermes pada lapak usahanya itu. Kemenangan itu juga fenomenal sebab jarang terjadi merek besar bisa kalah dalam kasus hak cipta.

“Hermes adalah dewa dalam mitologi Yunani yang merupakan bagian dari warisan budaya umat manusia. [Nama] Dia tidak boleh dimiliki oleh perusahaan. Ini adalah keputusan penting dalam hal itu,” ujar Umit Nar, 51 tahun, sang pemilik toko kepada Agence France-Presse (AFP).

Menurut Umit Nar, nama Hermes sebagai dewa terkait erat dengan sejarah kuno Smyrna – nama kuno Izmir – di pantai Aegea, tempat di mana banyak mitos Yunani terjadi.

Hilmi Gullu, pengacara Umit mengatakan perusahaan multinasional seperti Hermes memiliki kebijakan pendaftaran merek dagang yang agresif, di luar industri mereka sendiri. “Putusan [pengadilan] ini membuka jalan untuk mengatakan tidak pada praktik-praktik [seperti yang dilakukan Hermes] ini,” ujar Gulu.

Kasus itu terjadi pada Desember 2021, ketika Umit Nar mendaftarkan merek dagang “Hermes Sahaf” untuk toko buku miliknya yang telah berusia 15 tahun. ‘Sahaf’ sendiri bermakna penjual buku bekas.

Namun, setelah plang nama tokonya terpasang, seorang perwakilan Hermes mengajukan tuntutan hukum ke TurkPatent dan membawa kasus tersebut ke pengadilan agar melarang Umit Nar menggunakan “Hermes” sebagai nama toko dan dalam bentuk materi pemasaran lainnya.

Hermes beralasan penggunaan nama yang sama akan menimbulkan kebingungan walaupun sektor bisnisnya berbeda. Hermes juga beralasan mereka menerbitkan majalah dengan nama yang sama.

“Mereka pasti benar jika sektor [bisnis] kami serupa, tetapi itu sama sekali tidak terjadi,” ujar Umit Nar.

“Kalau saya membuka toko sepatu atau tekstil dengan nama Hermes, bisa dimaklumi. Tapi bidang kami sangat berbeda. Hermes menjual tas kulit mewah seharga ribuan euro, dan saya menjual buku bekas seharga 15 lira Turki, 45 sen euro,” tambah presiden asosiasi penjual buku bekas Turki ini.

Dia berharap putusan itu akan membantu menciptakan preseden bagi warisan budaya dan perusahaan multinasional.[]

Komentar

Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy