Medan – Polres Sibolga menangkap lima pelaku penganiayaan pemuda asal Simeulue, Arjuna Tamaraya, 21 tahun.
Dua tersangka berinisial ZPA dan HBK ditangkap tak lama setelah kejadian. Sedangkan tiga lainnya, SSJ, REC, serta CLI, ditangkap di kawasan Sibolga dan sekitarnya dalam waktu kurang dari tiga hari.
Arjuna merupakan mahasiswa yang berdomisili di Kelurahan Kalangan, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng). Dia ditemukan tidak sadarkan diri dengan luka parah akibat penganiayaan.
Arjuna dikeroyok hingga meninggal dunia pada Jumat dinihari, 31 Oktober 2025 sekira pukul 03.30 WIB, halaman Masjid Agung Kota Sibolga, Jalan Diponegoro, Kecamatan Sibolga Kota.
Berdasarkan keterangan saksi dan hasil rekaman CCTV Masjid Agung Sibolga, Arjuna semula berniat beristirahat di dalam masjid. Namun, salah satu pelaku menegur dan kemudian bersama rekannya melakukan kekerasan terhadap Arjuna.
Dari kesaksian warga, para pelaku juga menyeret Arjuna keluar masjid hingga kepala korban terbentur keras di lantai dan tembok. Tidak berhenti di situ, Arjuna juga diinjak dan dilempar buah kelapa hingga mengalami luka parah di bagian kepala.
Arjuna sempat dilarikan ke RSUD Dr FL Tobing Sibolga untuk mendapat perawatan. Namun ia meninggal dunia pada Sabtu pagi, 1 November 2025, pukul 05.55 WIB.
Saat temu pers di Mapolres Sibolga, Senin, 3 November 2025, polisi memperlihatkan barang bukti yang disita, antara lain flashdisk berisi rekaman CCTV, satu buah kelapa yang digunakan pelaku, pakaian korban, topi hitam merek Brooklyn New York, tas hitam merk Polo Glad, dan ember plastik warna hitam.
“Masing-masing pelaku memiliki peran berbeda. Empat tersangka, yakni ZPA, HBK, REC, dan CLI, dijerat Pasal 338 subsider Pasal 170 ayat 3 KUHP tentang pembunuhan atau kekerasan bersama yang mengakibatkan kematian, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara,” ujar Kasat Reskrim Polres Sibolga AKP Rustam E Silaban.
Selain penganiayaan, salah satu pelaku, SSJ, juga diduga mengambil uang dari korban sehingga turut dijerat dengan Pasal 365 ayat 3 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian.
“Sementara tersangka SSJ dijerat Pasal 365 ayat 3 subsider Pasal 338 subsider Pasal 170 ayat 3 KUHP tentang pencurian disertai kekerasan yang mengakibatkan kematian, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara,” tambah Rustam.
Dia menyebut Polres Sibolga berkomitmen untuk menuntaskan kasus itu secara profesional dan transparan.
“Tidak ada toleransi terhadap kekerasan, terlebih yang terjadi di lingkungan rumah ibadah,” ujar Rustam.
Paman Arjuna, Amrullah, mengatakan keponakannya bukan bermaksud melakukan hal lain di masjid selain beristirahat. Ia sangat menyesalkan perlakuan para pelaku yang menyebabkan Arjuna meninggal dunia.
“Setahu kami dia ke Masjid Agung untuk beristirahat, untuk tidur bukan untuk hal-hal yang lain. Jadi itulah kami dari keluarga pun sangat menyayangkan perilaku dari pelaku penganiayaan ini,” ujar Amrullah, Selasa, 4 November 2025.
Ketua Badan Kenaziran Masjid Agung Sibolga Ibnu Tasnim Tampubolon menerangkan tidak pernah melarang pengunjung untuk tidur ataupun beristirahat di dalam masjid.
“Enggak ada pernah dilarang di masjid ini tidur,” ujarnya.
Ibnu menduga ada miskomunikasi terkait tuduhan ada orang yang ingin mencuri kotak amal di masjid. Ia juga menjelaskan tiga dari lima pelaku bukan pengurus maupun jemaah masjid.
Namun Ibnu juga mengungkapkan kejanggalan karena banyak versi yang ia diterima soal alasan pelaku mengeroyok anak yatim itu hingga tewas.
Menurut polisi, Arjuna yang merupakan anak yatim dipukuli oleh pelaku lalu diseret keluar masjid dengan kondisi tak berdaya. Arjuna saat itu disebut sedang beristirahat di masjid sambil menunggu pagi untuk mencari nafkah di laut.
Ketua Himpunan Masyarakat Simeulue (Himas) Sibolga-Tapteng, Jurman Dagang, mengatakan kematian Arjuna tidak hanya melukai hati keluarga korban, tetapi juga masyarakat Aceh secara keseluruhan.
“Di dalam masjid, warga kami dari Aceh dikeroyok hingga meninggal dunia. Padahal korban hanya beristirahat sebentar. Ini benar-benar tidak bisa diterima,” ujarnya.
Jurman juga menyerukan kepada masyarakat Aceh di perantauan tetap tenang dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada kepolisian.
“Ini bukan hanya soal korban dari Aceh, tetapi soal kemanusiaan. Negara harus hadir memberikan rasa aman bagi semua warganya, di mana pun mereka berada.”[]


Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy