Lhoksukon – Muzakarah Ulama dan Umara Aceh Utara pada Selasa, 7 Oktober 2025, menghasilkan sejumlah rumusan. Muzakarah yang diprakarsai Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Utara tersebut digelar di lapangan Landing depan kantor bupati bersamaan dengan peringatan Maulid Akbar Nabi Muhammad SAW.
Ketua MPU Aceh Teungku Faisal Ali (Lem Faisal), Abu Paya Pasie (Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh) hadir sebagai narasumber.
Ada juga Teungku Nuruzzahri Yahya (Waled Nu Samalanga), Abu Manan Blang Jruen (Ketua MPU Aceh Utara), Teungku Jafar Sulaiman (Wakil Ketua MPU Aceh Utara), dan Fauzan (Asisten I Setdakab Aceh Utara).
Ada empat topik yang dibahas yakni memahami Fatwa MPU Aceh tentang aliran sesat, optimalisasi zakat di tempat kerja, wisata islami, dan penguatan aparatur gampong dalam mewujudkan keharmonisan masyarakat.
Bupati Aceh Utara Ismail A Jalil atau Ayahwa mengapresiasi poin-poin yang dibahas dalam muzakarah tersebut. Kegiatan itu, kata dia, menjadi momentum penting untuk memperkuat sinergi antara ulama dan umara dalam membina umat.
Aliran Sesat
Berdasarkan dokumen rumusan hasil muzakarah yang diunggah di Laman Pemkab Aceh Utara, para ulama menegaskan identifikasi aliran sesat dapat dilihat pada 13 kriteria dalam Fatwa MPU Aceh Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Pedoman Identifikasi Aliran Sesat dan Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Pembinaan dan Perlindungan Akidah.
“Ahlussunnah waljamaah yang resmi di Aceh adalah sesuai dengan mazhab asy’ariah dan maturidiah bidang Aqidah, mazhab Syafi’ie bidang Fiqih (ibadah) dan mazhab
Imam Junaid al Baghdadi bidang tasawuf,” tulis dokumen tersebut, dikutip Sabtu, 11 Oktober 2025.
Disebutkan juga, aliran sesat ada yang membawa kepada kemurtadan dan ada yang tidak.
Bila sudah murtad:
– Terputus dari Iman Islam
– Tidak sah ibadatnya
– Terputusnya akad nikah dengan isterinya
– Tidak bisa menjadi wali dan saksi nikah
– Mendapat azab yang berkekalan
– Tidak mendapat warisan
Pemerintah daerah, MPU, dan lembaga pendidikan Islam diharapkan berperan aktif dalam meningkatkan literasi masyarakat agar mampu mengenali indikasi ajaran menyimpang sejak dini. Aparatur gampong juga diberi peran penting dalam identifikasi dini terhadap potensi penyimpangan akidah di wilayah masing-masing.
Zakat di Tempat Kerja
Terkait optimalisasi zakat di tempat kerja, muzakarah menekankan kewajiban setiap individu dan lembaga untuk menunaikan zakat sebagaimana perintah Allah dan Rasul.
Zakat disarankan disalurkan dalam bentuk barang atau uang, bukan diganti dengan bentuk lain. Pemerintah daerah didorong menyusun regulasi yang mendukung pengumpulan zakat di instansi pemerintah dan swasta, dengan pengelolaan yang transparan untuk pemberdayaan ekonomi umat dan pengentasan kemiskinan.
Selain itu, penyaluran zakat harta wajib dilakukan di wilayah tempat atau balad harta tersebut berada. Tidak boleh dipindahkan ke balad lain walaupun balad asal empunya harta zakat.
Seorang pimpinan daerah (Baitul Mal) mengambil zakat dalam wilayahnya dan boleh mendistribusikan kepada seluruh mustahik. Misalnya, bupati boleh mendistribusian zakat kepada seluruh daerah dalam wilayah kekuasaannya.
Ditegaskan juga bahwa zakat ada dua yaitu zakat konsumtif dan zakat produktif. Zakat konsumtif diberikan langsung kepada penerima zakat berupa barang yang diambil dari muzakki (pengeluar zakat). Zakat produktif diambil oleh pemerintah kemudian disalurkan dalam bentuk modal usaha kepada penerima zakat, seperti membeli Beko atau kendaraan yang digunakan untuk usaha.
Wisata Islami
Dalam pembahasan wisata Islami, peserta muzakarah menyepakati pengembangan destinasi wisata harus berlandaskan budaya, syariat dan kearifan lokal Aceh Utara.
Aparatur gampong diberi peran dalam menjaga ketertiban, nilai islami, dan keberlanjutan lingkungan wisata.
Selain itu, diharapkan setiap penyedia wisata memasang pamflet berisi imbauan berpakaian menutup aurat bagi muslim dan berpakaian sopan bagi nonmuslim. Lalu, larangan berduaan antara laki dan perempuan di tempat sepi.
Tempat usaha wisata diharuskan terbuka atau tidak tertutup yang dapat mengundang kegiatan maksiat. Batas jam operasional mulai pukul 07.00 hingga pukul 18.00 waktu Aceh.
Penguatan Aparatur Gampong
Hasil muzakarah juga menegaskan bahwa perangkat desa merupakan garda terdepan penerapan syariat Islam di tingkat gampong. Pemerintah daerah diminta menyediakan pelatihan rutin bagi aparatur gampong untuk memperdalam pemahaman syariat, tata kelola pemerintahan Islami, serta kemampuan mediasi sosial. Sinergi antara aparatur, tuha peut, imam meunasah, dan tokoh masyarakat dianggap penting untuk menjaga keharmonisan umat.
Rumusan hasil muzakarah itu disebut akan dijadikan rekomendasi dalam bentuk kebijakan pemerintah, program MPU, dan gerakan masyarakat Islami yang berkelanjutan.[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy