Tim Peneliti Disbudpar Aceh Kaji Sejarah Bandar Kuala Batu

‘Quallah Battoo’ Berperan Penting dalam Perdagangan Maritim Kesultanan Aceh Darussalam

Keramik di Kuala Batu Abdya
Salah satu pecahan keramik yang ditemukan tim peneliti Disbudpar Aceh di kawasan situs Kuala Batu, Aceh Barat Daya pada Juli 2024. Foto: Disbudpar Aceh

Abdya – Arkeolog Deddy Satria mengungkapkan Kuala Batu—dahulu dikenal dengan nama “Quallah Battoo”—adalah pelabuhan yang memainkan peran penting dalam perdagangan maritim di bawah Kesultanan Aceh Darussalam. Kuala Batu dimaksud berada di Aceh Barat Daya (Abdya) sekarang.

Deddy Satria mengungkapkan itu setelah tim peneliti Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh melakukan penelitian di situs Kuala Batu, Kabupaten Abdya, 4 hingga 13 Juli 2024. Tim peneliti tersebut melibatkan arkeolog, sejarawan, dan antropolog, salah satunya Deddy Satria.

Tim peneliti diketuai Dr. Husaini Ibrahim, Arkeolog dari Universitas Syiah Kuala, melakukan observasi dan pemetaan (mapping). Mereka menemukan bekas benteng pertahanan, sebaran keramik, pecahan kaca, batu bata, hingga perkuburan yang diperkirakan berasal dari akhir abad ke-18 hingga abad ke-19 Masehi.

“Temuan tersebut memberikan bukti sejarah bahwa Kuala Batu yang dahulu dikenal dengan nama ‘Quallah Battoo’, merupakan pelabuhan yang memainkan peran penting dalam perdagangan maritim di bawah Kesultanan Aceh Darussalam,” kata Deddy Satria, Sabtu, 13 Juli 2024, dikutip pada Ahad (21/7).

Menurut Deddy Satria, delapan titik lokasi yang pihaknya tandai dengan GPS, nantinya akan digambar ulang di atas peta. “Kesimpulan awal bahwa gundukan di delapan titik tersebut adalah sebuah benteng atau madat dalam istilah lokal, sebagai sistem pertahanan pelabuhan atau bandar Kuala Batu,” ungkapnya.

Selain mengamati benteng yang berada di Kecamatan Kuala Batee, tim juga melakukan wawancara masyarakat untuk menelusuri berbagai folklor yang berkembang mengenai Kuala Batu.

“Kuala Batu telah lama menjadi perbincangan di kalangan sejarawan Aceh dan masyarakat Aceh Barat Daya, namun belum ada penelitian yang komprehensif,” ujar Antropolog STAIN Tengku Dirundeng, Muhajir Al-Fairusy.

Ketua tim peneliti, Husaini, mengatakan penelitian ini bertujuan melengkapi narasi sejarah Kuala Batu yang masih terputus. Selain itu, mengedukasi masyarakat tentang pentingnya situs sejarah Kuala Batu, di mana Amerika pernah melakukan invasi militer pada tahun 1832.

“Di situs Kuala Batu terdapat peninggalan budaya yang mengandung nilai penting, seperti nilai sejarah dan pendidikan. Nilai penting ini perlu dijaga, dilestarikan, dan dilindungi supaya bisa dipelajari dan berguna di masa kini dan mendatang. Ini adalah tugas kita bersama dalam konteks pemajuan kebudayaan nasional,” ujar Husaini yang juga ketua dewan pembina Yayasan Warisan Aceh Nusantara.[]

Komentar

Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy