Perkara TPPU di Bireuen, Ini Pembelaan Nyonya Nisa dan Penasihat Hukumnya

Terdakwa TPPU Nisa menangis baca pledoi
Terdakwa perkara TPPU, Hanisah alias Nisah atau Nyonya Nisa menangis saat membacakan nota pembelaan dalam sidang di Pengadilan Negeri Bireuen, Jumat, 15 Agustus 2025. Foto: Istimewa

Bireuen – Terdakwa perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Hanisah alias Nisah atau Nyonya Nisa, sambil menangis membacakan nota pembelaan dalam sidang di Pengadilan Negeri Bireuen, Jumat, 15 Agustus 2025. Nisa membantah dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan dirinya telah melakukan TPPU sejak tahun 2012.

Informasi diperoleh Line1.News dari tim penasihat hukum terdakwa itu, dalam pledoi yang Nisa bacakan sendiri, dia mengaku tidak ada satupun aset yang dibeli dari tahun 2012 sampai 2022 dari hasil narkotika.

Nisa menyebut penyitaan yang dilakukan oleh JPU tidak berdasar dengan menyita sejumlah tanah yang bukan miliknya dan bukan atas nama Hanisah.

Terdakwa lalu memohon kepada majelis hakim yang mengadili perkara tersebut untuk melepaskan semua hartanya—yang disita JPU—karena tidak ada hubungannya dengan narkotika untuk membiayai pendidikan ketiga anaknya.

Dalam sidang itu, Tim Penasihat Hukum Terdakwa Hanisah dari Firma Hukum MR & Partners, juga menyampaikan pledoi atau nota pembelaan.

JPU dalam perkara tersebut menuntut terdakwa Hanisah alias Nisah dengan Pasal 137A Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan subsider Pasal 137B UU Narkotika. Subsider Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), lebih Subsidair Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.

Tim Penasihat Hukum (PH) Terdakwa Hanisah terdiri dari Ismuhar, Ridha Amany, David Marcos Nainggolan, dan Chaidir menegaskan dalam pledoi bahwa tidak terpenuhinya unsur pidana menurut ketentuan Pasal 137 A UU Narkotika, dan pasal 3 UU TPPU.

“Berdasarkan fakta persidangan, alat bukti, dan keterangan saksi, unsur-unsur yang diatur dalam pasal yang didakwakan tidak terpenuhi baik secara formil maupun materiil,” kata Ismuhar, Ketua Tim PH Terdakwa Hanisah, dikutip dari keterangan tertulis diterima Line1.News, Jumat sore (15/8).

Ismuhar menyatakan JPU sama sekali tidak dapat membuktikan di hadapan persidangan terkait tempus delicti (waktu dimulainya tindak pidana) dari tahun 2012 sampai 2023.

“Jaksa tidak dapat membuktikan bahwa mantan suami terdakwa Hanisah, yaitu Muhammad Haris telah melakukan tindak pidana narkotika,” ujarnya.

“Dan jaksa tidak dapat membuktikan Muhammad Haris melakukan pidana di luar negeri. Jaksa tidak pernah menunjukkan satu alat bukti apapun baik dari bukti surat dan saksi tentang pidana yang dijalankan oleh Muhammad Haris. Jaksa hanya berasumsi yang tidak berdasar,” tambah Ismuhar.

Ismuhar menilai JPU telah gagal membuktikan di hadapan persidangan tentang tindak pidana pencucian uang yang dilakukan terdakwa Hanisah. Tim PH menyebut ada kejanggalan dan terkesan memaksakan perampasan semua aset terdakwa.

“Bahkan jaksa telah teledor dengan melakukan penyitaan kemudian merampas 16 bidang tanah yang bukan milik terdakwa dan tidak ada hubungannya dengan pokok perkara,” tutur Ismuhar.

Ismuhar menilai keterkaitan perkara pokok dengan dakwaan dan tuntutan JPU berangkat dari asumsi. “Yang tidak didukung bukti kuat terkait keterlibatan langsung terdakwa dalam tindak pidana narkotika maupun pencucian uang hasil kejahatan tersebut dari tahun 2012 sampai dengan 2023”.

“Jaksa telah gagal dan keliru dalam mengklasifikasi tempus delicti, karena jaksa tidak dapat membuktikan di hadapan persidangan tindak pidana TPPU dari 2012. Jaksa hanya dapat membuktikan tempus delickti-nya dari tahun 2023 dengan sejumlah transfer. Seharusnya jaksa menindaklanjutinya dimulai dari tahun 2023 atau setidak-tidaknya tahun 2022,” ujar Ismuhar.

Ismuhar juga menilai JPU memaksakan tahun 2012 karena terdakwa Hanisah membuka rekening BCA pada KCP Bireuen. “Sekarang kita tanyakan yang lebih mendasar, apakah pembukaan rekening merupakan perbuatan pidana? Ya, pasti tidak. Oleh karena itu, tim penasihat hukum berkesimpulan bahwa jaksa telah gagal paham dan teledor tentang waktu dimulainya tindak pidana oleh terdakwa”.

Dalam hukum pidana, lanjut Ismuhar, apabila terdapat keraguan yang beralasan, maka putusan harus diberikan demi keuntungan terdakwa. “Oleh karenanya, kami memohon agar klien kami dibebaskan atau setidak-tidaknya dilepaskan dari segala tuntutan hukum (onslag van rechtvervolging)”.

Ismuhar menambahkan, proses hukum harus tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah dan melindungi hak asasi terdakwa, sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi.

Penasihat Hukum Terdakwa dari MR & Partners menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Namun, menekankan bahwa perkara ini harus diputuskan berdasarkan fakta persidangan yang objektif, bukan semata pada persepsi atau tekanan publik.

“Kami percaya majelis hakim akan mempertimbangkan pledoi ini secara bijak demi tercapainya putusan yang adil dan sesuai hukum,” pungkas Ismuhar.

Dilihat Line1.News pada laman SIPP PN Bireuen, sidang berikutnya perkara terdakwa Hanisah itu akan digelar pada Rabu, 20 Agustus 2025, dengan agenda pembacaan replik (tanggapan/jawaban) JPU terhadap nota pembelaan terdakwa dan PH-nya.

Baca juga: Terdakwa Pencucian Uang Dituntut 10 Tahun Penjara, Usai Vonis Perkara Sabu-Ekstasi Dibui Seumur Hidup

Sebelumnya, Hanisah alias Nisah (41), warga asal Bireuen yang dikenal sebagai ratu narkoba, dituntut pidana penjara selama 10 tahun dalam perkara TPPU hasil sabu-sabu. Tuntutan itu diucapkan JPU dalam sidang di Pengadilan Negeri Bireuen, Senin, 4 Agustus 2025.

Setahun lalu, Nisah telah divonis pidana penjara (dibui) seumur hidup oleh Pengadilan Tinggi (PT) Medan lantaran terbukti melakukan permufakatan jahat menjadi perantara jual beli sabu dan ekstasi. Putusan tingkat banding itu mengubah vonis Pengadilan Negeri (PN) Medan yang menjatuhkan pidana mati kepada terdakwa Nisah.

Vonis PN Medan tersebut sejalan dengan tuntutan JPU. Sehingga JPU mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan PT Medan. Terdakwa Nisah juga mengajukan kasasi. MA dalam putusannya pada 7 Mei 2025, menolak permohonan kasasi JPU maupun terdakwa.[]

 

Komentar

Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy