Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini berwenang mengadili perkara korusi yang melibatkan militer bersama sipil. Kewenangan ini didapatkan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan dari advokat bernama Gugum Ridho Putra terhadap Undang-Undang KPK dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. MK mengubah pasal yang mengatur kewenangan KPK dalam koordinasi dan mengendalikan pengusutan kasus korupsi yang melibatkan militer bersama-sama pihak sipil.
Putusan perkara nomor 87/PUU-XXI/2023 itu dibacakan dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat, 29 November 2024. Di dalam permohonannya, Gugum menggugat Pasal 42 UU KPK yang berbunyi: Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.
Dalam permohonannya, Gugum meminta agar MK mengubah pasal itu menjadi: Kewajiban bagi KPK RI untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan korupsi koneksitas sesuai ketentuan Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, dan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Ketentuan Pasal 198, Pasal 199, Pasal 200, Pasal 201, Pasal 202 dan Pasal 203 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer
Dalam pertimbangannya, MK mengatakan pasal tersebut harus diberi penegasan. Menurut MK, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan atas dugaan korupsi yang dilakukan secara bersama-sama orang yang tunduk pada peradilan militer dengan peradilan umum sepanjang kasus itu memang diusut KPK sejak awal.
“Sebaliknya, terhadap perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh orang yang tunduk pada peradilan militer yang ditemukan dan dimulai penanganannya oleh lembaga penegak hukum selain KPK, maka tidak ada kewajiban bagi lembaga hukum lain tersebut untuk melimpahkannya kepada KPK,” ujar MK.
Hal sebaliknya juga berlaku bagi KPK. MK menyatakan KPK tidak punya kewajiban menyerahkan penanganan kasus korupsi yang ditanganinya sejak awal kepada oditurat dan peradilan militer.
“Dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 42 UU 30/2002, pada dasarnya tidak ada syarat apa pun yang melekat pada ketentuan dimaksud, yang mengurangi kewenangan KPK dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum, sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK. Oleh karena itu, terhadap hal demikian tidak terdapat kewajiban bagi KPK untuk menyerahkan perkara tindak pidana korupsi tersebut kepada oditurat dan peradilan militer,” ujar MK.
MK juga menegaskan Pasal 42 UU KPK tidak menghambat hukum acara yang berlaku untuk peradilan koneksitas, terutama yang diatur dalam KUHAP. MK menegaskan KPK tak boleh ragu dalam menangani kasus dugaan korupsi yang melibatkan bersama-sama pihak militer dan sipil.
“Dengan penegasan demikian, sudah seharusnya tidak ada lagi keraguan bagi KPK untuk menjalankan kewenanganannya jika menangani perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum berdasarkan ketentuan Pasal 42 UU 30/2002 dimaksud, sepanjang proses penegakan hukumnya sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK,” ujar MK.
Berikut amar putusan MK:
1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian
2. Menyatakan pasal 42 UU nomor 30/2002 tentang KPK yang menyatakan ‘Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum’ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum, sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi’
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya
4. Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya.[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy