Oleh: Merissa Putri Hanifa, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Malikussaleh
Penggunaan internet di Indonesia tahun ke tahun semakin meninggi. Melihat laporan We Are Social, pada Januari 2024 ada 185 juta individu pengguna internet di Indonesia. Jika dibandingkan dengan total populasi Indonesia yang berjumlah 278,7 juta orang, total pengguna internet di Indonesia setara dengan 66,5 persen dari total populasi di Indonesia. Tidak heran jika Indonesia menempati urutan ke-4 sebagai negara pengguna internet terbanyak di dunia.
Walaupun begitu, sebagai pengguna internet, kita harus mengetahui bahwa internet juga memiliki aturannya tersendiri. Termasuk aturan tentang batasan umur pengguna internet yaitu 13 tahun. Sebab, seperti yang kita ketahui, internet bukanlah tempat yang aman bagi anak di bawah umur.
Dilansir dari databoks.katadata.co.id, presentase pengguna internet dari umur 5 sampai dengan 12 tahun di Indonesia mencapai 12,43 persen. Angka ini akan terus meningkat tahun ke tahun mengikuti zaman yang terus menerus berkembang secara teknologi.
Salah satu media sosial di jagad internet, X atau dulunya disebut Twitter, menetapkan aturan yang sama dan jelas tentang batas minimum umur penggunanya. Baru-baru ini, Bos X Elon Musk mengubah kebijakan media sosial tersebut terkait postingan konten dewasa. Musk resmi mengizinkan pengguna mengunggah konten bermuatan pornografi di platform X miliknya itu.
Sayangnya, menurut datareportal.com, angka pengguna X yang dipubliksasikan oleh sumber periklanan X mencapai 24,49 juta di Indonesia. Ini berarti 8,9 persen dari 278,7 juta orang Indonesia menggunakan X sebagai media sosial. Namun, hanya 13,3 persen dari total seluruh pengguna X yang tercatat memiliki umur legal atau di atas 13 tahun untuk mengakses platform tersebut. Angka ini menjelaskan bahwa banyak di antara pengguna X anak di bawah umur, yang tidak acuh pada aturan batasan umur yang dikeluarkan oleh platform tersebut.
Pengaruh Tayangan Dewasa pada Psikologi Anak
Di dalam psikososial, anak berusia dini memiliki pemikiran tentang keinginan untuk mengeksplorasi diri untuk membentuk pembentukan identitas diri. Ini juga waktu untuk emosi serta sosial mereka berkembang dan perkembangan ini dapat melaju ke arah negatif jika otak mereka terpapar suatu paparan negatif. Apalagi secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang.
Seorang anak cenderung mengikuti apa yang telah ia lihat karena rasa ingin tahu-nya yang tinggi. Jika seorang anak menonton adegan kekerasan, anak tersebut memiliki kecenderungan untuk melakukan hal yang sama di dunia asli dan pada orang sekitarnya. Sama halnya dengan seorang anak yang telah melihat video porno, kecenderungan untuk melakukan hal yang telah dilihatnya lebih tinggi dibanding anak yang tidak menonton video tersebut.
Tidak sampai di situ, seorang anak yang terkena paparan tayangan dewasa tersebut secara berulang-ulang, kemungkinan besar memiliki desensitisasi emosional yang mana membuat si anak bingung dalam membuat batasan terhadap perilaku menyimpang, seperti perilaku seksual yang tidak pantas atau kekerasan. Selain itu, hal ini juga membuat seorang anak merasa cemas dan stres akibat belum mampu memahami atau memproses konten seksual yang terpapar.
Peran Orang Tua
Kita tidak bisa menyalahkan seorang anak yang terkena paparan tayangan dewasa tersebut. Di zaman sekarang memang tidak langka lagi seorang anak yang bahkan belum berusia 6 tahun sudah memegang gadget dan bahkan sudah pintar dalam mengakses internet.
Dengan kewajaran itu, banyak orang tua yang lalai mengawasi anaknya bermain gadget. Mereka malah membiarkan anaknya bermain gawai dengan bebasnya. Bahkan banyak orang tua yang tidak menyalakan fitur filter pada media sosial untuk mencegah konten-konten berbau dewasa menyelusup masuk ke dalam tontonan anak.
Peran orang tua mengawasi dan mengontrol penggunaan internet pada anak, terutama platform X yang jelas batas minimum umur penggunanya adalah 13 tahun, sangatlah penting. Jika mendapati seorang anak di bawah umur ketentuan X, mengakses internet dengan bebasnya, orang tuanya patut disalahkan.
Jika orang tua memang tidak memiliki kesempatan untuk mengawasi anaknya bermain internet, ada beberapa langkah lain yang dapat dilakukan orangtua, yaitu:
1. Memakai Google Family Link
Family Link adalah aplikasi dari Google yang dirancang untuk membantu para orang tua dalam mengontrol dan mengawasi aktivitas gadget anaknya. Mulai dari menetapkan batasan waktu pemakaian gawai, melihat lokasi, mengelola setelan, dan menyetel konten serta akses perangkat.
2. Memasangkan filter pada platform media sosial
Setiap media sosial memiliki filter untuk menyaring konten yang ditampilkan di media platform.
3. Menetapkan waktu main gadget
Orang tua dapat menetapkan waktu main gadget pada anak, maksimal dua jam per hari.
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy