Jakarta – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor M/5/HK.04.00/V/2025 tentang Larangan Penahanan Ijazah dan/atau Dokumen Pribadi Milik Pekerja/Buruh oleh Pemberi Kerja pada Selasa, 20 Mei 2025.
SE tersebut ditujukan kepada seluruh kepala daerah di Indonesia. Dengan adanya SE terbaru itu, perusahaan dilarang menahan ijazah atau dokumen pribadi karyawan.
“Hari ini Selasa tanggal 20 Mei 2025, di mana kita merayakan Hari Kebangkitan Nasional, saya selaku Menteri Ketenagakerjaan beserta jajaran menerbitkan Surat Edaran Nomor M/5/HK.04.00/V/2025 Tahun 2025 tentang Larangan Penahanan Ijazah dan/atau Dokumen Pribadi Milik Pekerja atau Buruh oleh Pemberi Kerja,” ujar Yassierli di Kantor Kemenaker, Jakarta, Selasa.
SE itu dikeluarkan dalam rangka memberikan perlindungan bagi pekerja atau buruh untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
“Dan memperhatikan praktik penahanan ijazah dan/atau dokumen pribadi milik pekerja/buruh,” bunyi dokumen SE tersebut.
Poin-poin dalam SE Menaker tersebut cukup tegas. Poin pertama, perusahaan tidak boleh lagi mensyaratkan penyerahan atau bahkan menyimpan dokumen pribadi seperti ijazah, paspor, akta kelahiran, hingga sertifikat kompetensi sebagai jaminan untuk bekerja.
“Pemberi kerja dilarang mensyaratkan dan/atau menahan ijazah dan/atau dokumen pribadi milik pekerja/buruh sebagai jaminan untuk bekerja. Dokumen pribadi tersebut merupakan dokumen asli antara lain sertifikat kompetensi, paspor, akta kelahiran, buku nikah, dan buku pemilik kendaraan bermotor,” tulisnya.
Poin kedua, pemberi kerja dilarang menghalangi atau menghambat pekerja/buruh untuk mencari dan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.
Poin ketiga, calon pekerja/buruh perlu mencermati dan memahami isi perjanjian kerja, terutama jika terdapat ketentuan yang mensyaratkan penyerahan ijazah dan/atau dokumen pribadi sebagai jaminan untuk bekerja.
Namun demikian, ada pengecualian. Dalam situasi tertentu, misalnya ketika pemberi kerja membiayai pendidikan atau pelatihan karyawan, penyimpanan ijazah bisa saja dilakukan.
Tapi, ada syaratnya, harus berdasarkan perjanjian kerja tertulis, dan perusahaan wajib menjamin keamanan dokumen tersebut. Bila rusak atau hilang, perusahaan harus bertanggung jawab penuh.
Pemerintah daerah diminta untuk segera menyebarluaskan edaran ini ke seluruh kabupaten/kota serta para pelaku usaha dan pemangku kepentingan di daerah masing-masing.
Dalam penjelasannya, Yassierli mengungkapkan alasan mengapa SE larangan penahanan ijazah diterbitkan. Salah satunya karena kian marak praktik penahanan ijazah dan dokumen pribadi milik pekerja.
“Praktik tersebut sering dilakukan oleh pemberi kerja untuk mendapatkan jaminan bahwa seorang karyawan akan tetap bekerja di perusahaannya untuk jangka waktu yang telah ditentukan,” ungkapnya.
Selain itu, ada juga yang disebabkan karena alasan sebagai jaminan utang piutang antara pengusaha dan pekerja, atau karena belum diselesaikannya pekerjaan oleh pekerja yang bersangkutan.
Karena memiliki posisi yang lemah dibandingkan pemberi kerja, pekerja tidak dapat dengan mudah mendapatkan kembali ijazah yang ditahan tersebut. Hal ini, kata Yassierli, berpotensi mengakibatkan terbatasnya akses pengembangan diri bagi pekerja tersebut.
“[Juga] Kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, dan pekerja tidak dapat menikmati manfaat serta fungsi ijazah yang telah dimilikinya. Bahkan ada situasi dan kondisi yang membuat pemilik ijazah terkekang, tidak bebas, dan akhirnya bisa menurunkan moral serta berdampak pada kerja dan produktivitasnya.”[]


Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy