Idul Adha Jatuh Pada 17 Juni 2024

Konferensi pers sidang isbat awal Zulhijjah. Foto: Detik
Konferensi pers sidang isbat awal Zulhijjah. Foto: Detik

Jakarta – Pemerintah resmi menetapkan Idul Adha atau 10 Zulhijah 1445 Hijriah jatuh pada 17 Juni 2024.

“Disepakati bahwa 1 Zulhijah tahun 1445 jatuh pada Sabtu tanggal 8 Juni. Dan insyaallah Hari Raya Idul Adha jatuh pada Senin 17 Juni 2024,” ujar Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki dalam konferensi pers di Kementerian Agama, Jakarta, Jumat, 7 Juni 2024, usai sidang isbat penentuan awal Zulhijah.

Hadir dalam sidang isbat itu Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, perwakilan MUI, organisasi Islam, Komisi VIII DPR hingga duta besar negara sahabat.

Tim Kemenag sebelumnya memaparkan posisi hilal dari seluruh wilayah Indonesia untuk menentukan awal Zulhijah 1445 H. Anggota tim Badan Hisab Rukyat Kemenag, Cecep Nurwendaya, mengatakan hilal diprediksi akan positif muncul pada malam ini.

Sambil memaparkan peta data temuannya, Cecep mengungkap ketinggian hilal di wilayah Indonesia saat ini memiliki posisi yang sangat meyakinkan sehingga kemungkinan hilal teramati di seluruh wilayah Indonesia. Dia menjabarkan posisi ketinggian hilal di Indonesia berada di 7 hingga 11 derajat. Selain itu, dia menggunakan elongasi dalam menentukan prediksinya.

“Jadi, untuk wilayah Indonesia tanggal ini, kita lihat posisi di dunia luar biasa. Di sini 7 derajat, 8 derajat, 9, 10, 11. Semakin ke barat jelas semakin tinggi. Karena kita tahu, terbenamnya matahari semakin terlambat terbenam. Lalu 0, di sini kita lihat tinggi hilal 0 derajat itu didefinisikan sebagai titik pusat matahari, berimpit dengan di langit atau cakrawala, sementara itu semua dihitung pada saat matahari terbenam,” ujar Cecep di gedung Kementerian Agama.

Dalam penentuan tanggal Hijriah melalui metode pemantauan hilal, Indonesia terikat dalam kesepakatan Menteri-menteri Agama Negara Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS). Selain derajat hilal, juga diperhatikan elongasinya.

“Selain kita lihat tergantung kepada ketinggian hilal, di Indonesia khususnya di kalangan MABIMS, ditentukan juga dengan elongasi. Dan elongasinya juga luar biasa. Elongasi yang sangat menentukan ini ternyata di Indonesia itu sangat tinggi. Di sini 11, 12, 13, 14, 15, dan seterusnya. Sehingga sangat optimistis bahwa hilal yang diamati di seluruh wilayah negeri kita itu berpotensi, berpeluang besar untuk dapat terlihat,” tambahnya.

Lebih lanjut, Cecep menjelaskan terkait fase bulan dan umur bulan sinodis dengan ijtima berikutnya, yang diketahui yakni antara 19,2 dengan 29,8 hari hisab dan rukyat. Dia mengungkap ijtima ini berbeda dengan sebelumnya yang ditandai dengan fenomena gerhana matahari total. Kali ini, ijtima sudah terjadi meski tidak ditandai oleh fenomena gerhana.

“Mengapa menjelang awal Zulhijah kali ini tidak ditandai gerhana? Kita lihat, ijtima terjadi hari Kamis, 6 Juni, jadi 28 Zulqa’dah kemarin, ada yang mengatakan sudah 29 karena sudah lewat tengah malam. Tapi ada seperempat hari yang memang dikorbankan. Dalam hal ini, tanggal 6 Juni pukul 19.37.35 WIB,” jelas Cecep.

“Kalau kemarin menjelang Syawal, bulan dan matahari itu berimpit. Jadi definisi dari ijtima itu secara astronomis memiliki bujur ekliptika lamda matahari dan lamda bulan sama, itulah ijtima. Ijtima yang istimewa berarti betanya, lintang ekliptika bulan itu 0 berimpit. Tapi sekarang sudah hampir maksimal. Hampir kita lihat 4,50 derajat, 4,50 derajat. Maksimalnya 5 derajat, kan,” tambahnya.

Selanjutnya, dia juga mengatakan hal itu terjadi akibat bidang orbitnya sehingga tidak ditandai oleh gerhana. Menurutnya, kurva saat ini berbeda dengan yang lalu diakibatkan oleh posisi bulan yang ekstrem yakni berada pada 4 derajat di sebelah utara dari matahari sebagai pusat bumi.[]

Komentar

Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy