Banda Aceh – Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Hafiizh Maulana, mempresentasikan hasil penelitiannya tentang “Waqf for Humanity, lesson learn from Pademic Covid-19 di Indonesia”. Presentasi itu saat ia menghadiri International Conference on Islamic Social Finance (IConISF) 2024 di UIN Raden Fatah Pelembang.
Konferensi internasional berlangsung pada 17-18 Oktober 2024 itu mengusung tema “Strategic Global Economic Transformation through Inclusive Islamic Social Finance: Paving the Path for on Equtitable and Sustainable Future”. Konferensi tersebut diikuti ratusan peserta dari berbagai negara dan perwakilan perguruan tinggi di Indonesia
Islamic Social Finance kini menjadi perhatian dalam berbagai kajian yang mengadopsi instrumen keuangan sosial Islam secara inklusif untuk menghadapi tantangan global. Islamic Social Finance ini juga relevan dengan isu dan permasalahan global seperti kebencanaan, climate change, lingkungan, perang, sumberdaya alam dan dampak-dampak kerusakan yang mengancam stabilitas nasional dan kemanusiaan.
Kajian strategi kebijakan Waqf for Humanitry yang dipaparkan Hafiizh Maulana itu memperoleh penghargaan sebagai Best Presenter dalam IConISF 2024 FEBI UIN Raden Fatah Palembang.
Hafiizh Maulana menjelaskan belajar dari pandemi Covid-19, mitigasi risiko bencana seperti kesehatan/virus penyakit serta stabilitas ekonomi global perlu adanya penyiapan skema-skema kebijakan ketahanan nasional.
Menurut Hafiizh, pengelolaan aset dan harta wakaf tidak hanya membangun fisik rumah ibadah, tetapi harus pula mampu memberikan perlindungan pada masalah-masalah sosial ekonomi dan kemanusiaan. Gagasan Waqf for Humanity yang dia sampaikan dalam konferensi di Palembang itu mendapatkan atensi dari berbagai akademisi di tingkat nasional dan internasional.
“Saat wabah pademi Covid-19 terjadi pada tahun 2020 hingga 2022, kita tidak pernah membayangkan bahwa situasi ini mengancam nyawa manusia hingga puluhan ribu yang telah meninggal dan dampak keterpurukan sosial-ekonomi,” kata Hafiizh dalam konferensi internasional itu.
Hafiizh menyebut Waqf for Humanity sebagai instrumen dalam sistem keuangan sosial Islam, perlu mendapat perhatian dengan sinergisitas kebijakan antarstakeholder. Seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, Badan Wakaf Indonesia (BWI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan berbagai yayasan atau lembaga kenazhiran wakaf yang seluruh daerah di Indonesia.
“Aspek yang perlu menjadi perhatian bersama terkait dengan kerangka prinsip-prinsip inti wakaf terdiri dari legal formil, sistem pengawasan, pembinaan SDM nazhir, manajemen risiko, dan kepatuhan syariah,” ujar Hafiizh.
Selain itu, kata Hafiizh, Waqf for Humanity perlu menjadi perhatian bagi kalangan pemerintahan pusat-daerah, praktisi, perguruan tinggi, dan nazhir pengelola harta wakaf. “Agar compatible dengan penangangan Pemulihan Ekonomi Nasional dan Daerah, jika terjadi risiko bencana pada sektor kesehatan, seperi pandemi Covid-19”.
“Waqf for Humanity menjadi bentuk keberlanjutan asset dan harta wakaf sebagai pranata keagamaan yang menyelesaikan persoalan sosial-ekonomi dan kemanusiaan dalam perspektif kebencanaan,” tutur Hafiizh yang juga Kepala Laboratorium FEBI UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Tantangan global semakin besar dan penuh ketidakpastian yang dapat memperburuk ekspektasi dunia. Di tengah kondisi ini, Waqf for Humanity dapat menjadi solusi hadirnya skema-skema pengembangan produk dan tata kelola wakaf yang lebih luas seperti wakaf kesehatan, Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS), Bank Waqf Mikro dan wakaf air, dan produk-produk wakaf yang related dengan kondisi tantangan global.
“Artinya, arah pengelolaan wakaf dapat menjadi instrumen investasi negara yang kemanfaatan dapat disalurkan oleh nazhir untuk membiayai program sosial dan pemberdayaan ekonomi kemanusiaan,” kata Hafiizh.
Maka, menurut Hafiizh, untuk memitigasi risiko bencana kemanusiaan, belajar dari pandemi Covid-19, wakaf dapat menjadi alternatif penanganan yang selama ini meningkatkan beban fiskal APBN dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Islamic Social Finance sejatinya hadir sebagai solusi masalah kemanusiaan. Pemerintah perlu mengadopsi pengelolaan wakaf secara lebih meluas dengan membuka ruang kebijakan untuk menghimpun dan mengelola dana wakaf. Hal ini tentu perlu didukung dengan kebijakan pemerintah yang membangun keberlanjutan tata kelola wakaf kemanusian, seperti legal formil, pembinaan nazhir, kepatuhan syariah, dan sistem manajemen risiko yang cepat dan tepat.
“Maka nantinya, harta wakaf dapat dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran nasional untuk kemashlahatan umat yang bernilai amal ibadah di sisi Allah SWT secara penuh tanggung jawab,” ucap Hafiizh Maulana.[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy