Banda Aceh – Indonesia memiliki jumlah gunung api aktif sebanyak 127, terbanyak di dunia dan menduduki peringkat pertama dengan jumlah korban jiwa terbanyak. Dari 127 gunung api tersebut, hanya 69 gunung api aktif yang dipantau oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Melansir laman Magma ESDM, gunung api aktif ini sendiri dibagi menjadi dalam tiga tipe, yakni A, B, dan C. Gunung api tipe A di Indonesia berjumlah 76. Disebut gunung api tipe A karena memiliki catatan sejarah letusan sejak tahun 1600.
Sementara gunung api tipe B ada 30. Ini gunung api yang memiliki catatan sejarah letusan sebelum tahun 1600. Sedangkan gunung api tipe C jumlahnya 21. Merupakan gunung api yang tidak memiliki catatan sejarah letusan, tetapi masih memperlihatkan jejak aktivitas vulkanik, seperti solfatara atau fumarole.
Solfatara merujuk pada lubang atau celah di permukaan tanah yang mengeluarkan uap dan gas-gas vulkanik, terutama sulfur dioksida. Sedangkan fumarole adalah lubang yang mengeluarkan uap air panas dan gas vulkanik seperti karbon dioksida.
3 Gunung Api Tipe A di Aceh
Dari 76 gunung api tipe A di Indonesia, ada tiga gunung yang berada di Aceh. Ketiganya adalah Seulawah Agam, Peut Sagoe, dan Burni Telong. Berikut sejarah rincian letusannya:
Gunung Api Seulawah Agam
Gunung Seulawah Agam. Foto: volcano.si.edu
Gunung Seulawah Agam terletak di Kecamatan Seulimeum dan Kecamatan Lembah Seulawah, Kabupaten Aceh Besar. Posisi geografisnya di 5.448 derajat Lintang Utara dan 95.658 derajat Bujur Timur. Gunung ini memiliki ketinggian 1810 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Gunung Seulawah Agam memiliki kawah paling aktif yakni Kawah Heutsz (714 mdpl) yang berada di lereng sebelah utara. Data ESDM pada 2011, kawah itu berbentuk lonjong memanjang dengan ukuran sekira 100 kali 200 meter.
Masa istirahat terpendek Gunung Seulawah Agam 136 tahun dan terpanjang 239 tahun. Erupsi terakhir terjadi pada 12 hingga 13 Januari 1839. Lalu pada 16 dan 21 Agustus 1975 terdengar suara gemuruh dan asap keluar dari gunung tersebut.
Peningkatan aktivitas gempa vulkanik di Seulawah Agam tercatat kembali pada September 2010. Lalu pada 11 Juli 2011, pukul 16.00 waktu Aceh, PVMBG menurunkan status Seulawah Agam dari Waspada (Level II) menjadi Normal (Level I), setelah aktivitas gempa vulkanik dan kandungan gas magmatik gunung itu menunjukkan penurunan signifikan.
Gunung Api Peuet Sagoe
Kawah di salah satu puncak Gunung Peut Sagoe. Foto: volcano.si.edu
Gunung api ini secara administratif berlokasi di wilayah Kecamatan Geumpang, Kabupaten Pidie. Gunung api Peut Sagoe tingginya 2.801 mdpl, dengan posisi geografis di 4.914 derajat Lintang Utara, dan 96.329 derajat Bujur Timur.
Gunung Peuet Sagoe termasuk tipe gunung berapi kerucut. Di bagian puncaknya terdapat kubah lava. Sesuai namanya, jumlah puncak di gunung ini ada empat (peuet). Tiga di antaranya telah diberi nama yaitu Puncak Bukulah, Puncak Tutung, dan Puncak Peuet Sagoe.
Berdasarkan data Direktorat Vulkanologi, sejak 1918, Peuet Sagoe menampakkan aktivitasnya dan pada 25 September 1919, asap putih mengepul di bagian puncak Barat. Lalu pada Mei 1920 Peuet Sagoe mengalami erupsi dengan mengeluarkan asap dan semburan api. Disusul hujan abu tebal dan gumpalan asap tebal disertai gemuruh pada 22 Mei.
Selanjutnya pada Desember 1924 dilaporkan adanya aktivitas vulkanik berupa lima asap hitam berbentuk tiang dan disertai suara ledakan letusan. Kemudian pada 10 Februari 1979, Pemerintah Daerah Pidie melaporkan adanya semburan api dan suara gemuruh.
Gunung Api Burni Telong
Salah satu bagian puncak Gunung Burni Telong. Foto: Dok Line1.News
Terletak di Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah, Gunung Api Burni Telong atau Bur Ni Telong, berada di posisi geografis 4.769 derajat Lintang Utara dan 96.821 derajat Bujur Timur.
Letusan pertama Gunung Burni Telong terjadi pada akhir September 1837. Kala itu, terjadi beberapa letusan dan gempa bumi yang menyebabkan banyak kerusakan, yang dianggap sebagai letusan normal kawah pusat.
Lalu pada 12 hingga 13 Januari 1839, menurut laporan Wichmann (1904), Burni Telong kembali meletus. Abu letusan disebut mencapai Pulah Weh atau Sabang. Kemudian pada 14 April 1856, letusan dari kawah pusat (laporan Neuman van Padang, 1951) memuntahkan material berupa abu dan batu. Seterusnya pada Desember 1919, terjadi letusan normal dari kawah pusat.
Pada 7 Desember 1924, gunung ini kembali meletus, menyebabkan kerusakan pada lahan pertanian dan perkampungan di sekitarnya. Namun menurut Neuman, saat itu hanya tampak lima buah tiang asap tanpa diikuti satu letusan pun. Setelah itu, pada 1937 Burni Telong kembali meletus. Sementara saat gempa bumi dan tsunami Aceh 2004, gunung ini sempat meletup, juga pada 2013 saat gempa melanda Aceh Tengah.[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy