Tanggapan Ampon Man Soal Surat Kepala BPH Migas Tolak Hapus Barcode BBM di Aceh

Mualem Rektor USK2
Ampon Man (kanan) saat menemani Mualem mengunjungi Rektor USK Profesor Marwan, Jumat, 13 Desember 2024. Foto: Istimewa

Banda Aceh – Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi atau BPH Migas, Erika Retnowati menolak permintaan Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem untuk menghapus barcode pengisian BBM.

Penolakan itu disampaikan Erika melalui surat Nomor T-126/MG.01/BPH/2025 tentang tanggapan atas permohonan pengecualian penggunaan barcode BBM.

Surat tertanggal 25 Februari 2025 itu ditujukan kepada Gubernur Aceh dan ditembuskan kepada Mendagri, Menteri ESDM, Ketua DPRA, Plt Dirjen Migas KESDM, Anggota Komite BPH Migas, Sekretaris BPH Migas, Inspektur Aceh, dan lainnya.

Menurut Erika, subsidi dan kompensasi BBM merupakan pengeluaran negara yang dibiayai melalui APBN. Karena itu penggunaanya harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel.

Baca juga: Kepala BPH Migas Tolak Permintaan Mualem, Barcode BBM Tetap Berlaku di Aceh

Menanggapi surat itu, Juru Bicara Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem, Teuku Kamaruzzaman alias Ampon Man, mengatakan akan mengkaji kembali maksud akuntabilitas dan transparansi yang disampaikan Kepala BPH Migas, Erika Retnowati, dalam suratnya.

Ampon Man menyebutkan, Pemerintah Aceh ingin mendapatkan data dan penjelasan lebih mendalam soal pola distribusi, kompensasi, dan jumlah minyak subsidi yang diberikan ke masing-masing daerah dengan komposisinya.

Menurutnya, Pemerintah Aceh menghargai semua pendapat yang berpedoman pada aspek akuntabilitas dan transparansi. Namun, keadilan dari mekanisme dan sistem yang dibuat menjadi penting untuk diketahui lebih dalam.

“Tidak boleh semua ini diselesaikan hanya oleh selembar surat Kepala BPH Migas saja. Kami ingin mengetahui pola, sistem, serta mekanisme distribusi dari minyak yang dikuasai negara,” ujarnya dilansir dari Kompas.com, Senin, 3 Maret 2025.

Ampon Man menilai, surat Kepala BPH Migas sama sekali tidak menyebutkan dasar pemikiran, jangka waktu, serta kompensasi dari penetapan sebuah daerah percontohan seperti yang dialami oleh Aceh saat ini.

“Tidak juga terdapat penjelasan perbandingan antarwilayah, terutama bagi konsumen mengenai keuntungan dan kerugiannya dari pemberlakuan barcode itu, kecuali keuntungan bagi produsen soal subsidi,” ujarnya.

Ampon Man mengatakan, konsumen minyak di Aceh juga berhak mendapatkan perlindungan sesuai UU Nomor 8 Tahun 1999, yang menyebutkan perlindungan dan hak konsumen bukan hanya soal keamanan, kenyamanan, dan keselamatan, tetapi juga tentang informasi yang jelas, benar, dan jujur terhadap kondisi suatu produk.

“Kami mungkin akan membentuk tim khusus untuk memeriksa dan meneliti ini lebih detail. Tentu akan bekerja sama dengan kelembagaan pemerintah/negara yang tersedia lainnya untuk memperoleh transparansi dan akuntabilitas serta keadilan bagi masyarakat Aceh.”[]

Komentar

Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy