Banda Aceh – Pusat Kerohanian dan Moderasi Beragama (PKMB) Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, mengapresiasi hasil ijtima ulama komisi fatwa se-Indonesia VII yang menetapkan haram bagi seorang muslim mengucapkan salam lintas agama.
Ketua PKBM Teungku Saifuddin A. Rasyid mengatakan salam lintas agama yang dalam berbagai acara kerap dilakukan dengan alasan toleransi dan moderasi beragama, adalah bentuk pencampuradukan yang tidak tepat serta keluar dari batasan syariat Islam.
Bulan lalu, dalam sebuah forum penguatan moderasi beragama di Jakarta bulan lalu, Teungku Saifuddin mengungkapkan keprihatinannya terhadap fenomena tersebut.
“Itu kebablasan. Mungkin dilakukan oleh orang-orang tertentu karena tidak memiliki pengetahuan dan atau ilmu yang memadai soal batasan ritual ibadah dengan hubungan sosial. Atau mungkin juga dilakukan karena hanya ikut-ikutan. Bisa juga karena dikira itu tren. Pastinya itu masalah,” ujar Imam Besar Masjid Fathun Qarib UIN Ar-Raniry tersebut, dikutip Kamis, 6 Juni 2024.
Baca: Wasekjen MUI: Interaksi Lintas Agama Boleh Selama Ada Udzur Syar’i
Ia menambahkan, dalam forum tersebut, pandangannya itu sangat dihargai oleh teman teman nonmuslim yang hadir di forum.
Imam Mesjid Jamik Baitul Jannah Tungkop Aceh Besar ini, menekankan bahwa salam merupakan doa dan bagian dari ibadah mahdhah yang tidak seharusnya dicampuradukkan. “Seorang muslim tidak dibenarkan mengucapkannya,” tegasnya.
Keprihatinan serupa disampaikan Saifuddin terkait kejadian saat resepsi pengukuhan guru besar di UIN Ar-Raniry dua pekan lalu. Beberapa anggota keluarga guru besar kaget ketika seorang pejabat Kementerian Agama yang hadir memulai pidatonya dengan salam lintas agama.
“Tentu ini asing bagi mereka. Jadi itu bukan toleransi, bukan moderasi. Tetapi pencampuradukan,” jelasnya.
Menurut Saifuddin, toleransi beragama itu menghargai keyakinan dan agama orang lain, bukan dengan ikut melaksanakan ajaran agama mereka. “Toleransi itu jembatan hubungan dalam konteks sosial kemanusiaan dan keberagaman tanpa mencampuri urusan atau mengamalkan ajaran agama orang lain,” ujarnya.
Baca: MUI Keluarkan Fatwa Baru, Youtuber dan Selebgram Wajib Zakat
Sedangkan moderasi beragama, kata Saifuddin, berprinsip pada penghargaan tanpa harus meyakini ajaran agama lain.
“Batasannya jelas dengan prinsip; al-halalu (al-haqqu) bayyin wal haramu (al-bathilu) bayyin, halal (haq) dan haram (bathil) masing-masing ada batasan, kriteria, dan karakteristiknya. Al-Qur’an menegaskan ‘wa la talbisul haqqa bil bathil’, jangan campur adukkan kebenaran dengan kebatilan.”[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy