Lhoksukon – PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) mengungkapkan beberapa peluang bisnis baru yang akan digarap di Iskandar Muda Industrial Area (IMIA); lahan bekas pabrik pupuk PT Asean Aceh Fertilizer (AAF) yang diakuisisi pada Desember 2018.
PIM kini tengah mengembangkan IMIA sebagai lahan pengembangan perusahaan dan komersialisasi bagi investor. Nama IMIA diresmikan saat ulang tahun ke-38 PT PIM pada 24 Februari 2020.
Dalam halal bi halal bersama media di Harbour Cafe, Selasa, 4 Juni 2024, Staf Dirut Bidang IMIA PT PIM, Saifuddin Noerdin, menjelaskan IMIA dijadikan sebagai kawasan pengembangan industri hijau, sejalan dengan kesepakatan pada G20 di Bali pada Oktober 2022.
Saifuddin mengatakan, dari 155 hektare luas lahan IMIA, 100 hektare tersedia untuk pengembangan industri hijau. Lokasi IMIA, kata dia, sangat strategis karena dengan jalur perdagangan global, seperti Selat Malaka dan Terusan Kra Thailand, dan dilengkapi fasilitas pelabuhan bekas AAF.
“Lahan IMIA terletak dalam Kawasan Ekonomi Khusus Arun-Lhokseumawe, banyak kemudahan dan fasilitas yang dapat diberikan kepada calon investor potensial, antara lain tax holiday dan tax allowance. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus,” ujar Saifuddin dikutip Rabu, 5 Juni 2024.
Ia menjelaskan, pengembangan industri di IMIA mencakup pengelolaan pabrik H2O2 eks AAF. “PIM akan mengelola pabrik itu secara internal, dan insya Allah akan berproduksi dalam beberapa bulan ke depan,” ungkapnya. Selanjutnya, PIM berencana membangun pabrik methanol seluas 10 hektare dan pabrik blue ammonia sekitar 6 hektare.
Selain itu, di lahan IMIA telah dihasilkan MoU antara PT Pupuk Indonesia (Persero) dengan perusahaan asal Jerman, Augustus Global Investment (AGI), untuk pembangunan pabrik Green Hydrogen. “AGI juga telah menyampaikan surat minat untuk lahan tersebut kepada PIM dan hal ini sedang dalam kajian PIM,” ujarnya.
Saifuddin juga mengungkapkan kerjasama dengan PT Amanah Tamiang Perkasa (ATP) dan PT Global Terminal Services (GTS). ATP bergerak dalam bidang ekspor cangkang sawit ke Asia dan Eropa. Perusahaan ini menyewa lahan IMIA selama dua tahun. Sedangkan GTS menyewa selama lima tahun. Perusahaan ini bergerak dalam bidang shorebase bekerja sama dengan Zaratex.
Ada pula minat dari beberapa investor nasional untuk berbisnis di IMIA. Baru-baru ini, kata Saifuddin, ada satu perusahaan yang bergerak di bidang shorebase berminat menyewa lahan di IMIA seluas 7 hektare. “Namun ini baru penjajakan dan belum berkontrak dengan PIM.”
Terkait mekanisme sewa lahan, kata Saifuddin, PIM memiliki kewenangan dengan kriteria yang ditetapkan oleh Pupuk Indonesia sebagai pemegang saham.
“Jika nilai sewa Rp5 miliar dalam jangka tiga tahun, kewenangan Direksi PIM. Jika nilai sewa Rp5-15 miliar dalam jangka 3–5 tahun, kewenangan Dewan Komisaris PIM. Jika nilai sewa Rp15 miliar dan jangka waktu 5 tahun, kewenangan Pupuk Indonesia,” ujarnya.
Selain lahan industri, juga terdapat lahan residensial yang akan dikomersilkan dan dikaji oleh konsultan independen nasional. Lahan residensial bekas perumahan AAF seluas 68 hektare, kata Saifuddin, rencananya akan dikomersilkan dan dibangun pertokoan di sepanjang jalan Medan-Banda Aceh, juga akan dibangun perumahan di dalamnya. “Saat ini, lahan tersebut dalam proses kajian oleh konsultan nasional independent untuk pengembangannya.”[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy