Lhokseumawe – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lhokseumawe menjatuhkan vonis pidana penjara selama tiga tahun terhadap Nur Azizah, terdakwa pengedar uang Rupiah palsu. Terdakwa juga dihukum pidana denda senilai Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan.
Vonis tersebut dibacakan Hakim Ketua Budi Sunanda, S.H., M.H., didampingi Hakim Anggota Khalid Amd, S.H., M.H., dan Rafli Fadilah Achmad, S.H., M.H., didampingi Panitera Pengganti Iskandar, S.H., dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Lhokseumawe, Kamis, 17 April 2025.
Majelis Hakim menjatuhkan putusan tersebut lantaran terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan uang palsu. Perbuatan terdakwa itu sebagaimana dimaksud dalam dakwaan, melanggar Pasal 36 Ayat (3), juncto Pasal 26 Ayat (3) Undang-Undang RI No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Informasi itu dibenarkan Humas PN Lhokseumawe, Budi Sunanda, dikonfirmasi Line1.News, Kamis, sekitar pukul 12.20 waktu Aceh.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Abdi Fikri, S.H., M.H., menyatakan “pikir-pikir” atas putusan tersebut. Sedangkan terdakwa Nur Azizah menerima.
“Terdakwa (Nur Azizah) itu umurnya sekitar 45 tahun, kalau tidak salah asal Aceh Utara, tapi pindah-pindah tempat tinggalnya,” kata Abdi Fikri yang juga Kasi Pidana Umum Kejari Lhokseumawe dihubungi Line1.News, Kamis pukul 12.50.
Sebelumnya, dalam sidang pada Kamis, 20 Maret 2025, JPU menuntut terdakwa dipidana penjara selama lima tahun dikurangkan masa penahanan yang telah dijalani dan memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan. JPU juga menuntut terdakwa dipidana denda Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan.
Dalam tuntutan itu, JPU memohon agar Majelis Hakim menyatakan barang bukti berupa 19 lembar uang palsu pecahan Rp100.000, satu lembar struk bukti pembayaran Suzuya Mall Lhokseumawe, satu lembar struk bukti pembayaran Toko Colden Nine, dirampas untuk dimusnahkan.
Setelah JPU membacakan surat tuntutan, sidang pada hari itu dilanjutkan dengan mendengarkan pembelaan terdakwa.
Terdakwa Tiga Kali Beli Upal
Perkara uang palsu (upal) tersebut disidangkan di PN Lhokseumawe sejak Selasa, 11 Maret 2025. Dalam surat dakwaannya, JPU mengungkapkan bahwa terdakwa Nur Azizah pada Jumat, 27 Desember 2024, sekira pukul 16.23 waktu Aceh, di Suzuya Kota Lhokseumawe, “Mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah palsu”.
Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara:
Pada Jumat, 27 Desember 2024, terdakwa berjalan kaki ke Toko Colden Nine Lhokseumawe. Tiba di toko itu pada pukul 15.31, terdakwa membeli donat tiga pcs dengan harga Rp21.000. Terdakwa membayar dengan satu lembar upal Rp100.000.
Selanjutnya terdakwa ke Suzuya Kota Lhokseumawe dengan berjalan kaki dan tiba pada pukul 16.21. Terdakwa membeli buah jeruk dan pear (pir) dengan harga Rp102.000, lalu membayar dengan satu lembar upal Rp100.000 dan satu lembar uang asli Rp2000. Kemudian terdakwa membeli satu donat di Toko JCO di Suzuya itu seharga Rp10.500, dan membayar dengan satu lembar upal Rp100.000.
“Kemudian (kasir) toko tersebut mengembalikan Rp89.500 dengan uang asli. Tidak lama kemudian petugas kasir buah yang menerima uang palsu dari terdakwa mengatakan bahwa uang yang diberikan oleh terdakwa merupakan uang palsu. Selanjutnya terdakwa diamankan oleh petugas (toko) tersebut dan kemudian terdakwa dibawa oleh pihak Polsek Banda Sakti dan kemudian dibawa ke Polres Lhokseumawe,” kata JPU dikutip Line1.News dari surat dakwaan yang dipublikasikan pada SIPP PN Lhokseumawe.
Menurut JPU, terdakwa mendapatkan uang palsu tersebut dari online yang berawal dari messenger di aplikasi Facebook—terdakwa mengaku lupa nama akunnya. Lalu terdakwa beralih ke aplikasi Telegram dan dimasukkan ke grup bernama PAPIJOCR. Selanjutnya terdakwa dituntun dan diajarkan untuk melakukan pembelian upal dengan bermodalkan foto KTP dan akun DANA milik terdakwa, “yang nantinya terdakwa akan mengirim kembali dengan uang asli untuk pembelian uang palsu tersebut”.
Terdakwa membeli upal tersebut sejak Oktober 2024. Setelah terdakwa meminta pembelian upal, lalu orang yang memberikan pembelian upal tersebut mengirim upal sejumlah Rp3 juta melalui pengiriman JNT. “Pada saat tiba paket tersebut terdakwa melihat uang palsu yang diberikan hanya berupa uang palsu yang di-fotokopi. Dengan demikian terdakwa tidak mengedarkannya dan terdakwa bakar”.
Lalu pada November 2024, terdakwa membeli upal di grup Telegram yang berbeda. Terdakwa diberikan upal sebanyak Rp2 juta dengan pecahan uang Rp100.000. “Dan sudah habis terdakwa belanjakan di Kota Langsa”.
Pada 7 Desember 2024, terdakwa kembali membeli upal. Upal tersebut tiba di rumah terdakwa pada 14 Desember 2024 dengan jumlah Rp3 juta yang dikirim melalui JNT.
“Bahwa terdakwa sudah melakukan pembelian uang palsu tersebut tiga kali sejak Oktober 2024, November 2024, dan 7 Desember 2024. Bahwa terhadap handphone yang digunakan oleh terdakwa untuk memesan uang palsu tersebut sudah terdakwa buang di Sungai Arakundo di Kabupaten Aceh Timur”.
Menurut JPU, hasil klarifikasi yang dilakukan oleh Ahli Rupiah Bank Indonesia dan berdasarkan surat Bank Indonesia No. 271/1Lsm/Srt/Rhs tanggal 16 Januari 2025, serta hasil penelitian atas uang yang diragukan keasliannya dapat disimpulkan bahwa terhadap 19 lembar uang pecahan Rp100.000 (yang disita dalam perkara itu) adalah Rupiah palsu.[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy