Pendapat Masyarakat Aceh yang Menolak Politik Uang: Suap Hanya Menguntungkan Sesaat

ilustrasi politik uang
ilustrasi politik uang. Foto: beritagar.id

Banda Aceh – Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Banda Aceh mengamankan lima orang yang diduga terlibat politik uang saat Pilkada Kota Banda Aceh 2024.

“Iya ada lima orang, dua orang yang membagikan, dan tiga orang penerima,” ujar Ketua Panwaslih Banda Aceh Indra Milwady di Banda Aceh, Rabu, 27 November 2024, dilansir dari Antara.

Kelima orang tersebut tertangkap tangan oleh petugas Panwaslih saat diduga sedang melakukan transaksi money politics di salah satu warung kopi di Banda Aceh, pada malam pencoblosan Pilkada.

Baca Juga: Survei Populix: Politik Uang Sasar Calon Pemilih, Timses dan Pengurus Partai Jadi Agennya

Sebelumnya, perusahaan riset Populix merilis data 50 persen responden mengaku pernah ditawari uang atau hadiah saat akan mencoblos di Pilkada. Politik uang merujuk pada praktik pemberian atau janji menyuap agar calon pemilih tidak memilih atau memilih sesuai arahan dari si pemberi suap. Aksi ini biasa dilakukan menjelang hari pemilihan, atau bahkan di pagi hari sebelum pemilihan yang biasa disebut “serangan fajar”.

Line1.News mewawancarai beberapa orang terkait pandangan mereka terhadap politik uang atau money politics tersebut. Berikut rangkumannya:

Fitriani, 22 tahun, warga Kecamatan Kutamakmur, Aceh Utara

Fitriani menolak politik uang dalam sistem politik karena diharamkan oleh agama. “Di dalam Islam sendiri itu sangat dipertegas bahwasanya suap menyuap hukumnya haram dan sangat tidak diperbolehkan,” ujar Fitri pada Selasa, 26 November 2024.

Selain itu, kata Fitri, politik uang dapat merusak integritas demokrasi. “Politik uang dapat mempengaruhi demokrasi, baik dari segi melahirkan pemimpin yang tidak jujur, dan menghilangkan suara orang yang memilih tanpa suap dengan uang,” ujarnya.

Cara mengedukasi pemilih agar tidak tergoda politik uang, kata Fitri, dengan memberikan pemahaman akan dampak buruk dan sanksi hukum yang diterima bila terlibat praktik tersebut. Selain itu, suap yang diterima hanya menguntungkan pemilih dalam waktu sesaat dan bisa berdampak buruk ke depan.

“Pemerintah juga harus memberikan hukuman yang tegas terhadap pasangan calon [kepala daerah] yang melakukan politik uang,” ujarnya.

Walaupun saat ini sudah ada regulasi yang mengatur larangan dan sanksi politik uang, tambah Fitri, penerapannya di lapangan masih sangat kurang. “Kurangnya penegasan sanksi terhadap oknum [pelaku politik uang] itu sendiri,” tuturnya.

Karena itu, Fitri berharap pemimpin masa depan memiliki komitmen yang antipolitik uang serta tetap memperjuangkan sistem demokrasi di jalur yang semestinya.

Aura Munika, 20 tahun, Mahasiswa Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

Mahasiswa yang akrab disapa Muni ini menolak politik uang karena praktik tersebut menjadikan hasil Pemilu menjadi tidak adil karena dilaksanakan dengan tidak jujur. “Politik uang menjadikan pemimpin yang dipilih tersebut tidak baik karena lebih mementingkan uang. Dan hal tersebut membuat pemerintah kita jadi tidak adil dan sering korupsi,” ujar Muni pada Rabu, 27 November 2024.

Kebanyakan masyarakat yang sadar akan tidak baiknya politik uang, tambah Muni, pasti akan menolaknya. Tapi bila masyarakatnya kurang pengetahuan mengenai tidak baiknya politik uang, kata dia, mereka pasti akan langsung menerima uangnya.

“Bagi partai yang masih menggunakan politik uang, sebaiknya hal tersebut dihilangkan karena juga berdampak untuk kita di masa depan. Jika memang ingin terpilih, ya harus usaha dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.

Muni berpesan kepada masyarakat yang masih sering menerima uang atau barang saat Pemilu agar tidak menyesal nantinya. “Kalau masih pilihnya karena uang, artinya pilihannya itu tidak jujur.”

Hayatun Nufus, 21 tahun, warga Kota Banda Aceh

Menurut Nufus politik uang salah satu cara kotor yang digunakan dalam Pemilu untuk meraup suara rakyat. Di negara demokrasi seperti Indonesia, kata dia, rakyat memiliki hak memilih dalam sistem Pemilu yang dijalankan secara jujur dan adil. “Dengan adanya money politics, itu berarti tidak terwujudnya unsur jujur dan adil,” ujarnya pada Rabu, 27 November 2024.

Politik uang menjadi berbahaya ketika menjadi “makanan” bagi masyarakat itu sendiri. “Maksudnya masyarakat ketika Pemilu itu, bukan pendidikan politik yang ditingkatkan kepada mereka. Tetapi mereka malah tergiur dengan uang atau sembako dari pasangan calon tersebut,” ucap Nufus.

Salah satu cara mengedukasi masyarakat agar tidak tergoda dengan politik uang, kata Nufus, dengan menyampaikan kepada pemilih jangan sampai lima tahun ke depan mereka “menjual” orang-orang berkualitas hanya karena mengambil uang dari paslon tertentu.

“Padahal kita melihat bahwa setiap paslon itu memiliki keunggulan tersendiri. Menurut saya pemilihan itu bukan mencari siapa yang terbaik, namun mencegah hal-hal buruk terjadi,” tuturnya.

Jika pemimpin yang terpilih mempraktikkan money politics, tambah Nufus, tentu tidak bisa diharapkan komitmennya untuk antipolitik uang. “Maka seharusnya pemimpin itu sendiri perlu memiliki kesadaran bahwa politik uang hanya akan menyengsarakan rakyat jika yang dipilih tersebut tidak layak memimpin. Karena mulai dari kapasitas dan kualitasnya belum mumpuni untuk memegang sebuah pemerintahan.”[]

Komentar

Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy