Teheran – Pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh terbunuh di Teheran, pada Rabu pagi, 31 Juli 2024. Hamas mengatakan Haniyeh tewas bersama pengawalnya dalam serangan Israel di kediamannya, setelah ia menghadiri pelantikan Presiden Iran Masoud Pezeshkian sehari sebelumnya.
Korps Garda Revolusi Islam atau IRGC — sayap elit militer Iran, menyampaikan belasungkawa kepada “Bangsa Palestina yang heroik, komunitas umat Islam, para pejuang garis depan perlawanan dan bangsa Iran yang mulia atas kesyahidan pemimpin senior perlawanan Palestina,” lapor media pemerintah, Iran Press TV.
Sementara itu, TV Al-Aqsa yang terkait dengan Hamas melaporkan, seiring berita duka itu, muncul seruan bagi warga Palestina untuk melakukan aksi mogok massal.
Anggota biro politik Hamas, Musa Abu Marzouk mengatakan pembunuhan Ismail Haniyeh adalah tindakan pengecut.
Di Tepi Barat, Presiden Palestina dari Fatah, Mahmoud Abbas, mengecam pembunuhan Haniyeh, menyebutnya sebagai “tindakan pengecut dan perkembangan yang berbahaya.”
Haniyeh meninggalkan Jalur Gaza pada 2019 dan tinggal di pengasingan di Qatar. Israel telah bersumpah untuk membunuh Haniyeh dan para pemimpin Hamas lainnya atas serangan kelompok itu pada 7 Oktober terhadap Israel.
Seorang juru bicara militer Israel tidak segera menanggapi permintaan komentar. Israel sering tidak mengomentari pembunuhan yang dilakukan oleh badan intelijen Mossad.
April lalu, serangan udara Israel di Gaza menewaskan tiga putra Haniyeh dan empat cucunya. Dalam wawancara dengan Al Jazeera saat itu, Haniyeh mengatakan, pembunuhan itu tidak akan menekan Hamas untuk melunakkan posisinya di tengah negosiasi gencatan senjata dengan Israel.
“Siapa pun yang berpikir bahwa dengan menargetkan anak-anak saya selama perundingan dan sebelum kesepakatan disetujui, Hamas akan terpaksa menarik kembali tuntutannya, mereka adalah orang yang gila,” ujarnya.
Pembunuhan Haniyeh terjadi setelah Israel melancarkan serangan ke Beirut, Lebanon, yang menurut Israel menewaskan Fouad Shukur, komandan militer senior Hizbullah. Hizbullah belum mengonfirmasi kematian Shukur dalam serangan itu, yang juga menewaskan sedikitnya seorang wanita dan dua anak serta melukai puluhan orang.
Tidak ada reaksi langsung dari Gedung Putih atas pembunuhan Haniyeh. Pembunuhan itu tampaknya terjadi pada saat yang genting, karena pemerintahan Biden telah mencoba mendesak Hamas dan Israel untuk menyetujui setidaknya gencatan senjata sementara dan kesepakatan pembebasan sandera.
Direktur CIA Bill Burns berada di Roma pada Minggu untuk bertemu dengan pejabat senior Israel, Qatar, dan Mesir dalam putaran perundingan terakhir. Secara terpisah, Brett McGurk, Koordinator Gedung Putih untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, berada di wilayah tersebut untuk melakukan perundingan dengan mitra Amerika Serikat.
Israel diduga menjalankan aksi pembunuhan selama bertahun-tahun untuk menyasar ilmuwan nuklir Iran dan pihak terkait program atomnya. Pada 2020, seorang ilmuwan nuklir militer terkemuka Iran, Mohsen Fakhrizadeh, terbunuh oleh senapan mesin yang dikendalikan dari jarak jauh saat bepergian dengan mobil di luar Teheran.
Ismail Haniyeh, 62 tahun, lahir di kamp pengungsi dekat Gaza. Ia bergabung dengan Hamas pada akhir 1980-an selama Intifada Pertama. Seiring dengan meningkatnya kekuasaan Hamas, Haniyeh diangkat menjadi bagian dari “kepemimpinan kolektif” rahasia pada 2004. Setelah itu diangkat sebagai perdana menteri Otoritas Palestina pada 2006.
Pada 2017, ia diangkat menjadi salah satu pemimpin tertinggi Hamas. Selama bertahun-tahun, Haniyeh berpartisipasi dalam pembicaraan damai dengan mantan Presiden AS Jimmy Carter, dan bertemu dengan para pemimpin dunia lainnya termasuk Emir Qatar Sheikh Hamad bin Khalifa al-Thani, dan diplomat Cina Wang Kejian awal tahun ini.[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy