Sigli – Beberapa pemilik lahan garapan mengeluhkan rendahnya nilai ganti rugi untuk pembebasan jalan tol seksi Padang Tiji–Seulimuem.
Salah satu pemilik tanah, Ayah Musa Ibrahim, menolak menyetujui pembebasan lahan sebab harga yang ditetapkan pemerintah jauh dari yang mereka harapkan.
Dia meminta pemerintah meninjau kembali ke lapangan agar nilai ganti rugi tanaman tumbuh yang ditetapkan bisa diterima.
“Harga per meter tanah kami dihargai Rp10 ribu, Rp7 ribu per meter, bahkan ada yang satu persil dinilai hanya Rp17 ribu,” keluh Ayah Musa saat pertemuan antara pemilik lahan garapan dengan Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah atau Dek Fad di warkop SPBU Gintong, Grong-Grong, Pidie, Rabu, 29 Oktober 2025.
Ayah Musa sendiri mengaku sudah mengelola lahan tersebut sejak 1980-an. “Kami punya peta yang diteken Bupati Diah Ibrahim yang saat itu kawasan tersebut kami gunakan untuk peternakan,” ujarnya dikutip dari Laman Humas Pemerintah Aceh.
Sementara Kepala Kejaksaan Negeri Pidie Suhendra mengatakan penetapan harga tanaman tumbuh oleh pemerintah bukan berdasarkan perkiraan tetapi dari draf ketentuan sesuai lokasi tanah dan jenis tanaman tumbuh.
Adapun Project Direktur Tol Sibanceh PT Hutama Karya, Slamet, mengungkapkan seksi Padang Tiji- Seulimuem masih harus dibangun empat akses perlintasan tidak sebidang dan perbaikan tiga lereng tegak agar dapat memenuhi uji layak fungsional. Pembangunan dan perbaikan tersebut, kata Slamet, berada di 22 bidang tanah prioritas yang belum selesai ganti rugi tanaman tumbuhnya.
Menurut Camat Padang Tiji Asriadi, wilayah tanaman tumbuh yang dilintasi jalan tol berada di Gampong Pulo Hagu dan Gampong Jurong Cot Paloh.
Di Pulo Hagu, dari 191 persil tanah sebanyak 23 di antaranya sudah dibayar. Sedangkan 60 persil sudah diteken tapi belum dibayar, dan sisanya tidak setuju.
Lalu di Jurong Cot Paloh, dari 49 persil, 19 di antaranya sudah dibayar, 15 sudah diteken namun belum dibayar, dan sisanya tidak setuju.
Usai mendengar curhatan masyarakat, Dek Fad mengambil sikap untuk menggelar rapat lanjutan mempertemukan langsung masyarakat dengan pengambil keputusan di Pusat yaitu Kementerian Kehutanan, Kementerian PU dan Badan Pertanahan Nasional serta melibatkan Kejaksaan Agung. Rapat akan digelar pada Kamis 30 Oktober 2025.[]


Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy