Mustafa Abubakar Ungkap Pembangunan Jalan Banda Aceh-Meulaboh Hampir Batal

Mantan Pj Gubernur Aceh Mustafa Abubakar
Mantan Pj Gubernur Aceh Mustafa Abubakar. Foto: Tangkapan Layar

Jakarta – Penjabat Gubernur Aceh periode 2004–2007, Mustafa Abubakar, mengungkap cerita di balik hampir gagalnya pembangunan kembali Jalan Nasional Banda Aceh-Meulaboh pascatsunami 2004.

Proyek yang didanai USAID dan JICA itu sempat terhenti karena harus melewati banyak kuburan, masjid, dan meunasah.

Suatu malam di Pendopo Gubernur Aceh, Kepala BRR Aceh-Nias Kuntoro Mangkusubroto datang menemuinya. Jabatan Kepala BRR setingkat menteri, sedangkan Mustafa saat itu juga berstatus sebagai ex officio Wakil Ketua BRR.

“Karena kendala tersebut beliau menyerah. Di situ timbul local wisdom saya, kalau begitu ‘Pak Kuntoro berikan kesempatan kepada saya sebagai Gubernur Aceh bukan sebagai Wakil Kepala BRR untuk merampungkan tugas tersebut’,” ungkap Mustafa saat rapat lanjutan revisi UUPA di Badan Legislasi DPR RI, Rabu, 12 November 2025, dilihat dari tayangan TV Parlemen.

Mustafa lalu menghubungi para bupati, camat, tokoh masyarakat, dan ulama, hingga akhirnya pembebasan lahan selesai.

“Sehingga Jalan Banda Aceh-Meulaboh terlaksana sepenuhnya sehingga dana dari JIKA dan dari USID tergunakan sebagaimana yang dianggarkan semula,” ujar mantan Menteri BUMN Kabinet Indonesia Bersatu II tersebut.

Mustafa menyebut penyelesaian jalan itu adalah satu dari empat tugas besar yang ia emban: melanjutkan rehab-rekon Aceh, melaksanakan MoU Helsinki, menggelar Pilkada serentak, serta melahirkan UUPA.

Semua tugas itu, katanya, tuntas dalam satu tahun, satu bulan, satu minggu, dan satu hari masa jabatannya. Proses perdamaian Aceh sesuai MoU Helsinki juga berjalan baik di lapangan.

Pilkada Serentak Pertama di Indonesia

Pembahasan UUPA di DPR RI selesai dalam lima bulan dan disahkan pada Agustus 2006. Qanun Pilkada menyusul pada September sehingga Pilkada Aceh digelar pada 11 Desember 2006.

“Itu Pilkada serentak pertama di Indonesia dan Pilkada akbar [pemilihan] 19 bupati wali kota, plus gubernur wakil gubernur,” ujarnya.

Pilkada tersebut, kata Mustafa, dinilai sukses hingga 80 persen oleh para pengamat asing. Biaya penyelenggaraannya pun termasuk murah.

Wakil Presiden Jusuf Kalla kemudian mengadopsi model Pilkada Aceh dalam penyelenggaraan Pilkada serentak se-Indonesia.

Mustafa menilai revisi UUPA memang mendesak, antara lain karena Aceh masih disebut provinsi termiskin di Sumatra. Ditambah ketimpangan ekonomi antara kota dan pedalaman. Kompleksitas ini, kata dia, membutuhkan perhatian serius dan strategi yang tepat.

“Dana Otsus Rp108 triliun selama ini sangat membantu. Konflik 32 tahun memukul ekonomi dan mental masyarakat Aceh, membangunnya kembali tidak mudah. Dana itu memberi harapan,” ucapnya.

Karena itu, mantan Direktur Utama Perum Bulog ini berharap perpanjangan Dana Otsus menjadi bagian penting revisi UUPA. Bahkan, urgensi waktunya perlu dipercepat.

Ia juga mengusulkan adanya komite khusus seperti di Papua, tapi dengan komando langsung dari presiden, untuk memastikan pemanfaatan Dana Otsus lebih tepat sasaran.

“Mungkin ini juga bisa kita minta kerelaan Bapak Presiden mengomandani sebagaimana Wakil Presiden mengomandani Komite Percepatan Pembangunan Papua.”

Jika komite ini dapat dibentuk, pungkas Mustafa, percepatan pembangunan Aceh dengan Dana Otsus akan lebih terarah, terutama mendukung hilirisasi dan investasi yang kini digerakkan Pemerintah Aceh.[]

Komentar

Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy