Jakarta – Persoalan Surat Tanda Registrasi (STR) bagi mahasiswa program sarjana tenaga kesehatan pada akhirnya mendapat kepastian hukum dengan dikabulkannya sebagian permohonan uji materi Pasal 212 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Permohonan tersebut diajukan oleh Shafa Syahrani, Satria Prima Arsawinata, dan Bunga Nanda Puspita. Mereka mengajukan pengujian Pasal 212 ayat (2) UU Kesehatan karena merasa norma tersebut menghalangi mahasiswa program sarjana tenaga kesehatan mendapatkan STR secara langsung setelah lulus dari program sarjana. Hal itu dianggap merugikan karena mahasiswa sudah terlanjut memilih konsentrasi studi selama masa pendidikan program sarjana.
“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 49/PUU-XXII/2024 pada Jumat (3/1/2025), di Ruang Sidang Pleno MK.
Selanjutnya, dalam amar putusan tersebut MK menyatakan Pasal 212 ayat (2) UU Kesehatan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “Hanya diberlakukan bagi mahasiswa kesehatan program sarjana yang mengikuti kuliah setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, sedangkan bagi mahasiswa yang terdaftar berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 pada saat telah lulus dan memiliki sertifikat kompetensi serta mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) diwajibkan mengikuti pendidikan profesi yang materi dan kurikulumnya dirancang secara khusus dengan waktu yang lebih singkat sebelum perpanjangan SIP dilakukan.”
MK dalam pertimbangan Putusan demikian lantaran Majelis menilai bahwa pemberlakuan ketentuan baru tidak boleh merugikan pihak-pihak yang terdampak, di mana pihak yang terdampak dengan adanya perubahan undang-undang, terlanggar haknya untuk mendapat perlindungan dan kepastian hukum.
Dalam konteks perkara ini, mahasiswa tenaga kesehatan program sarjana saat masuk kuliah telah mempertimbangkan biaya dan masa belajar tanpa adanya pendidikan tambahan berupa pendidikan profesi dan dapat langsung mengikuti ujian kompetensi untuk mendapat STR serta langsung dapat praktik.
“Tentunya dirugikan dengan berlakunya ketentuan baru berdasarkan norma Pasal 212 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023, sebab tambahan pendidikan profesi demikian, di samping menambah masa belajar juga akan menambah beban biaya bagi mahasiswa tenaga kesehatan program sarjana yang bersangkutan dan sekaligus menambah masa waktu untuk memasuki dunia kerja sebagai ahli sesuai dengan profesinya,” kata Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah saat membacakan pertimbangan putusan.
Maka dari itu, Majelis Hakim Konstitusi memandang Pasal 212 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 semestinya hanya berlaku bagi mahasiswa yang mengikuti kuliah setelah disahkannya pasal tersebut.
Sedangkan bagi mahasiswa yang terdaftar berdasarkan Undang-Undang Nomot 36 Tahun 2014 saat telah lulus dan memiliki sertifikat kompetensi melalui ujian kompetensi serta mendapatkan STR dan SIP, tetap diwajibkan mengikuti pendidikan profesi dan materi dan kurikulumnya dirancang secara khusus dengan waktu yang lebih singkat sebelum perpanjangan SIP dilakukan.
Mahkamah juga mempertimbangkan tidak adanya ketentuan peralihan yang semestinya dapat menghindari terjadinya kerugian hak konstitusional yang dialami oleh para pemohon akibat berlakunya pasal tersebut. “Hal tersebut semakin meyakinkan Mahkamah bahwa kerugian yang dialami oleh para pemohon adalah benar adanya.”[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy