Serang – Kapolda Banten Irjen Suyudi Ario Seto mengatakan anak buahnya menyelidiki pengurangan takaran minyak goreng kemasan mereka Minyakita di salah satu pabrik di Rajeg, Kabupaten Tangerang. Ada sekitar 13 ton Minyakita yang diduga “disunat” atau dikurangi volumenya.
“Dari hasil penyelidikan di wilayah Banten, kita menemukan ada sekitar 13 ton yang kita duga pengurangan volume yang ini sedang didalami oleh tim dari penyidik Direktorat Krimsus Polda Banten,” ujar Suyudi di Pasar Rau, Kota Serang, Rabu, 12 Maret 2025, dikutip dari detik.com.
Polisi masih mengembangkan penyelidikan itu untuk mencari tahu kemungkinan sumber lain yang melakukan pengurangan eceran Minyakita di lapangan.
“Ini sedang kita selidiki. Ini tim juga masih ada di lapangan khusus pengembangan terkait Minyakita,” ujarnya.
Sejauh ini, kata Suyudi, penyidik telah melakukan serangkaian pemeriksaan, termasuk menahan seorang terduga pelaku dari pihak pengecer untuk pengembangan kasus.
Baca juga: Kemendag Ungkap Mafia di Balik Melonjaknya Harga Minyakita
“Sudah dilakukan pemeriksaan terhadap pedagang, bahkan sudah ada yang ditahan, sudah ada yang ditahan. Pengecer, sejauh ini masih pengecer, kita akan coba naik sampai ke tingkat yang lebih pas lagi.”
Tiga Nama Produsen MinyaKita
Kasus “penyunatan” takaran MinyaKita yang ditemukan Menteri Pertanian Amran Sulaiman saat sidak di Pasar Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada 8 Maret 2025, menyeret tiga nama produsen.
Ketiga produsen tersebut adalah PT Artha Eka Global Asia (Depok, Jawa Barat), Koperasi Produsen UMKM Kelompok Terpadu Nusantara (Kudus, Jawa Tengah), dan PT Tunas Agro Indolestari (Tangerang, Banten).
Amran menemukan MinyaKita dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), seharusnya Rp15.700 tapi dijual Rp18.000 per liter.
Dia juga menemukan isi kemasan MinyaKita tidak sesuai label, hanya berisi 750 hingga 800 mililiter dari seharusnya 1.000 mililiter.
Mengutip Tempo.co, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan, Moga Simatupang, menjelaskan bahan baku MinyaKita yang dicurangi diduga menggunakan minyak goreng non-DMO, sehingga repacker mengurangi volume isi untuk menutupi biaya produksi.
Repacker juga menaikkan harga jual, yang menyebabkan HET tidak tercapai. Modus ini memanfaatkan tingginya permintaan MinyaKita, terutama menjelang Ramadan dan Idul Fitri 2025.[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy