Sigli – Para korban konflik di Kemukiman Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie, memperingati Hari Penghilangan Paksa Internasional sekaligus 19 Tahun Perdamaian Aceh pada Kamis, 29 Agustus 2024, di meunasah Gampong Krueng Jangko.
Para korban konflik tersebut tergabung dalam Rumah Belajar Makmue Lam Damee dan Taloe Perjuangan yang dibina Paska Aceh sejak 2016 hingga sekarang.
Kegiatan ini dihadiri tim Paska Aceh dan Asia Justice and Right (Ajar), masyarakat Krueng Jangko, anggota kelompok Rumah Belajar Makmue Lam Damee dan Taloe Perjuangan, Mukim Aron, Keuchik Bili Aron, Keuchik Panjoe dan tokoh masyarakat Kemukiman Aron.
“Kegiatan ini untuk mengingat kembali perjalanan sejarah atau konflik yang pernah dialami oleh masyarakat Aceh dan mensyukuri nikmat perdamaian yang sudah kita dapatkan selama 19 tahun,” ujar Direktur Paska Aceh, Farida Haryani dalam keterangan tertulis dikutip Sabtu, 31 Agustus 2024.
Farida mengatakan kegiatan seperti itu akan mereka gelar di beberapa tempat lainnya bersama korban konflik dan ahli waris atau keluarga korban yang tergabung dalam rumah belajar.
Menurut Farida, selain di Glumpang Tiga, Paska Aceh juga membina rumah belajar di Kecamatan Sakti dan Tiro serta Kecamatan Trienggadeng di Pidie Jaya.
Mewakili masyarakat, Mukim Aron, Ramli mengucapkan terima kasih kepada Paska Aceh yang telah mendampingi masyarakat korban konflik di wilayah tersebut hingga terbentuknya tiga koperasi yang masih berjalan hingga kini.
Selain itu, kata Ramli, ada korban konflik yang telah mandiri dengan usaha mesin perontok padi keliling, traktor tangan dan bumbu dapur.
“Maka sudah sewajarnya masyarakat harus berterima kasih dan mendukung kegiatan yang dilakukan oleh Paska Aceh,” ujar Ramli.
Saat acara itu, Farida juga mengharapkan pengelolaan living park Rumoh Geudong di Gampong Bili Aron dimasukkan dalam program desa atau kabupaten.
Sebab, kata dia, biaya listrik living park sebesar Rp4 juta per bulan menjadi beban yang harus ditanggung Pemerintah Gampong Bili Aron.
“Ini juga harus kita pikirkan bersama, bagaimana pengelolaan biaya pemeliharaan Rumoh Geudong. Living park saat ini kita anggap sebagai nikmat yang ditinggalkan oleh korban untuk kita. Semoga hal ini bisa menjadi manfaat untuk kita semua,” ujar Farida.
Ia juga menyinggung salah satu bentuk perjuangan Keuchik Bili Aron adalah adanya batu besar yang diberikan sebagai tanda kuburan di living park Rumoh Geudong. Saat proses pembangunan living park, di situ ditemukan beberapa tulang belulang manusia.[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy