Lhokseumawe – Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas Malikussaleh mendesak Kepolisian Daerah Aceh segera menindaklanjuti kasus dugaan penganiayaan Saiful Abdullah, 51 tahun. Warga Gampong Kuta Glumpang, Kecamatan Samudera, Aceh Utara itu meninggal dunia setelah diduga dianiaya sekelompok oknum anggota Satresnarkoba Polres Aceh Utara.
“Kami meminta Polda Aceh segera mengusut kasus ini dengan serius. Jangan sampai ada perjanjian di bawah meja untuk menyuramkan kasus ini,” ujar Ketua Umum DPM Universitas Malikussaleh Muhammad Muhaimin, dalam keterangan tertulis, Selasa, 7 Mei 2024.
Muhaimin meminta proses penyelesaian perkara harus transparan. “Kami menyayangkan jika kasus ini tidak berjalan sesuai regulasi hukum yang berlaku. Untuk itu, kami meminta Polda Aceh agar dapat memastikan setiap orang yang terlibat dalam dugaan penganiayaan Saiful Abdullah, baik pihak-pihak yang menganiaya ataupun pihak ketiga yang ikut meminta uang tebusan kepada keluarga korban sebanyak 50 juta [rupiah] dapat diadili dengan seadil-adilnya. ”
Wakil Kepala Kepolisian Resor Aceh Utara Komisaris Muhayat Effendie telah memberikan klarifikasi kasus tewasnya Saiful alias Cek Pon. Cek Pon, kata Muhayat, ditangkap anggota Satuan Reserse Narkoba pada Senin, 29 April 2024 pukul 15.00 WIB, di areal tambak Gampong Blang Mee, Kecamatan Samudera, Aceh Utara.
Saat itu, tambah Muhayat, personel Satuan Reserse Narkoba sedang menyelidiki laporan masyarakat terkait dugaan kepemilikan sabu-sabu pada Cek Pon. Ketika polisi mendekati lokasi, Cek Pon melarikan diri dengan sepeda motornya sehingga terjatuh dan luka di wajah.
Polisi menemukan barang bukti sabu-sabu 5,49 gram di lokasi Cek Pon terjatuh. Saat menyisir lokasi sekitar, terlihat warga berdatangan mendekati tim sehingga ada anggota polisi yang melepas tembakan peringatan. Saiful kemudian dibawa untuk pengembangan kasus.
“Anggota membawa pelaku ke dalam mobil untuk melakukan pengembangan, namun saat di dalam mobil, si Saiful ini minta minum terus sama anggota dan bajunya basah karena keringat yang terus menerus keluar dari badannya,” ujar Muhayat seperti dikutip dari Acehkini, Minggu, 5 Mei 2024.
Sekira pukul 19.30 WIB saat melakukan pengembangan kasus, polisi menurunkan Cek Pon di kawasan Bayu dan mengawasi Saiful dari jauh. Menurutnya, itu dilakukan untuk mendapat tersangka lain dengan barang bukti yang lebih besar. “Namun saat itu Saiful hilang dari pantauan anggota, tim di lapangan berusaha mencari namun kehilangan jejak Saiful,” ujarnya.
Muhayat menyebut mendapat informasi dari masyarakat bahwa orang yang dicari dikabarkan telah meninggal, disusul muncul pemberitaan terkait kematian korban akibat dianiaya oleh anggota Polres Aceh Utara. “Di sini kami sampaikan tidak ada penganiayaan yang dilakukan, tidak ada pemukulan yang dilakukan anggota kami pada Saiful dan kami yakini luka yang ada pada wajah korban diakibatkan karena terjatuh saat berusaha melarikan diri saat penyergapan,” ujarnya.
Muhayat juga membantah pemberitaan tentang permintaan tebusan Rp50 juta kepada keluarga untuk mengurus pelepasan Saiful. “Anggota kami tidak pernah meminta uang kepada pihak keluarga Saiful, bahkan orang yang bernama Saed (Yet) yang diutus pihak keluarga Saiful untuk menebus penangkapan itu dipastikan jika anggota tidak ada yang mengenal dia,” Muhayat.
Saat ini, tambah Muhayat, Propam telah memeriksa anggota yang terlibat. Polres Aceh Utara berkomitmen menindak tegas sesuai aturan apabila ditemukan pelanggaran baik secara pidana dan kode etik yang dilakukan polisi dalam perkara tersebut. “Kami akan bersikap transparan dalam proses pemeriksaan terhadap anggota jika benar ditemukan adanya kesalahan akan kami tindak tegas.”[] (Acehkini, rilis)


Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy