Banda Aceh – KontraS Aceh menyatakan tidak pernah menerbitkan siaran pers menanggapi dugaan ancaman pembunuhan terhadap relawan salah satu paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh di Aceh Tamiang.
“Adapun penyebaran rilis yang mengatasnamankan Kontras Aceh tersebut menurut kami merupakan tindakan yang mencoreng kebebasan pers serta tidak etis bagi penguatan dan pengembangan iklim pers yang baik terutama di Serambi Makkah,” ujar Koordinator KontraS Aceh Azharul Husna dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu, 17 November 2024.
Sebelumnya, kata Nana—sapaan akrab Azharul Husna, rilis berisi tanggapan yang mengatasnamakan KontraS Aceh terkait dugaan ancaman pembunuhan relawan itu tersebar luas di media sosial, terutama WhatsApp. Penelusuran KontraS Aceh, rilis itu juga ditemukan telah beredar dalam bentuk berita di sejumlah media massa yang tayang beberapa hari lalu—setidaknya ada tujuh berita yang mengutip rilis tersebut.
Isi pernyataan yang tersebar melalui rilis dan kemudian tayang dalam bentuk berita tersebut, kata Nana, benar pernyataan yang dilontarkannya. “Namun, pernyataan tersebut pada dasarnya merupakan jawaban untuk merespons sejumlah pernyataan yang diajukan salah seorang jurnalis yang bekerja untuk media lokal berbasis di Aceh,” ungkapnya.
Baca Juga: Diduga Diancam Bunuh, Sekretaris Rumah Kita Bersama Aceh Tamiang Lapor Polisi
KontraS Aceh, kata dia, meyakini ada pihak tertentu yang telah mengelaborasi jawaban-jawaban yang telah tersebar luas tersebut untuk digunakan sebagai rilis tanpa adanya persetujuan sama sekali, baik secara personal maupun kelembagaan.
“Tindakan seperti ini amat tidak etis mengingat ekosistem pers yang sehat dijaga dengan ketaatan terhadap kode etik jurnalistik sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme pers,” ujarnya.
KontraS Aceh, tambah Nana, menilai penyebaran siaran pers abal-abal tersebut sangat merugikan dan berpotensi memicu disinformasi di tengah masyarakat, melanggar prinsip-prinsip jurnalistik yang diatur oleh Dewan Pers serta Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
“Penyelenggaraan informasi publik seharusnya menjunjung tinggi integritas dan akurasi, serta dihasilkan oleh sumber yang jelas dan terverifikasi,” imbuhnya.
Dalam merespons berbagai kasus kekerasan yang murni berkaitan dengan kontestasi politik, kata Nana, KontraS Aceh berdiri di kutub yang mengecam dan tidak membenarkan sama sekali kekerasan dalam bentuk apapun yang akan mencederai demokrasi.
Karena itu, KontraS Aceh meminta semua pihak yang terlibat di dalam kontestasi politik Pilkada Aceh 2024 agar tidak menciptakan polarisasisi masyarakat dan menegaskan pentingnya peran aparat penegak hukum dalam menjaga iklim politik tersebut agar tetap dingin.[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy