Kemenperin Minta Industri Tekstil Tidak Dikorbankan demi Industri Lain

Ilustrasi industri tekstil. Foto: panbrotherstbk.com
Ilustrasi industri tekstil. Foto: panbrotherstbk.com

Jakarta – Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief mengatakan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan sektor yang perlu dikembangkan bersama dengan industri elektronika dan industri mikrocip.

Ketiga industri ini, kata Febri, berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia terutama TPT yang menyerap tenaga kerja tinggi.

Karena itu, tambah dia, majunya salah satu industri tersebut tak boleh mengorbankan sektor lainnya. “Jangan sampai industri TPT disubstitusi dengan industri elektronik dan industri pembuatan mikrocip karena tersebut sama-sama penting. Jadi, salah satu jangan ada yang dikorbankan,” ujar Febri dikutip dari laman Kemenperin, Minggu, 23 Juni 2024.

Ia juga menyoroti pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, yang dinilai telah berdampak positif terhadap pertumbuhan industri TPT nasional.

Sejak pemberlakuan Permendag 36 itu, kata Febri, kinerja industri TPT tumbuh bagus. “Jadi, jangan pernah berpersepsi bahwa industri TPT tidak bisa rebound atau dianggap sebagai sunset industry,” ujarnya.

Sunset industry adalah istilah untuk menyebutkan usaha-usaha yang sedang mengalami kesulitan untuk berkembang atau mengalami krisis dan pertumbuhannya di bawah rata-rata.

Menurut Febri, TPT merupakan sektor padat karya yang menyerap lebih dari 3,98 juta tenaga kerja. Kontribusinya sebesar 19,47 persen terhadap total tenaga kerja di sektor manufaktur pada 2023.

Pada triwulan pertama 2024, TPT berkontribusi 5,84 persen terhadap produk domestik bruto sektor manufaktur. TPT juga memberikan andil terhadap ekspor nasional sebesar 11,6 miliar dollar AS dengan surplus mencapai 3,2 miliar dollar AS.

Dampak dari pengendalian impor tersebut terlihat dari turunnya volume impor dibandingkan sebelum pemberlakuan Permendag 36.

Impor pakaian yang semula sebesar 3.530 ton dan 3.690 ton pada Januari dan Februari 2024, turun menjadi 2.200 ribu ton pada Maret 2024 dan 2.670 ribu ton di pada April 2024.

Khusus industri tekstil, kata Febri, pada April dan Mei 2024 terjadi peningkatan hingga mencapai posisi ekspansi dua bulan berturut-turut pertama kali sejak IKI dirilis pada November 2022.

IKI merupakan indikator yang menunjukkan optimisme para pelaku industri terhadap kondisi bisnis dalam enam bulan ke depan. Namun, kondisi di lapangan saat ini telah berbeda, dengan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di beberapa perusahaan industri TPT.

Kemenperin, kata Febri, meminta agar koordinasi pembuat kebijakan di kementerian atau lembaga terkait industri TPT nasional, senantiasa diperkuat untuk mencapai target dalam roadmap terkait industri TPT.

“Penguataan koordinasi terutama dengan meningkatkan sensitivitas para pengambil kebijakan atas urgensi masalah banjir impor produk hilir yang sedang dihadapi oleh industri TPT saat ini.”

Sebelumnya, Kemenperin telah melaksanakan berbagai kebijakan sesuai arah peta jalan atau roadmap pengembangan industri TPT yang tertuang dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN), Kebijakan Industri Nasional (KIN), dan Making Indonesia 4.0.

Melalui peta jalan tersebut, industri TPT menjadi salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan untuk memacu perekonomian nasional. “Roadmap tersebut juga bertujuan mengembalikan kejayaan industri TPT nasional seperti pada masanya.”[]

Komentar

Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy