Empat Narasumber Bedah Isu Transisi Energi di Acara Edukasi Jurnalis AJI Lhokseumawe

Jurnalis Kompas Zulkarnaini Masry memaparkan tentang liputan transisi energi dalam acara Edukasi Jurnalis yang digelar AJI Lhokseumawe di Lido Graha Hotel Lhokseumawe, Sabtu, 25 Mei 2024. Foto: Istimewa

Lhokseumawe – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lhokseumawe menggelar Edukasi Jurnalis Isu Transisi Energi, di Lido Graha Hotel Lhokseumawe, Sabtu, 25 Mei 2024. Kegiatan itu diikuti puluhan jurnalis termasuk para lulusan Basri Daham Journalism Institute (BJI) Lhokseumawe.

Edukasi tersebut diisi empat narasumber yakni Wakil Rektor I Universitas Malikussaleh Dr. Azhari, M.Sc; Koordinator Formalitas dan Komunikasi Perwakilan Satuan Kerja Khusus Migas Wilayah Sumbagut, Muhammad Rochaddy; HSSE Superintendent PT. Pertamina Hulu Energi NSO, Danie Mustafa; dan Jurnalis Kompas Zulkarnaini Masry.

Azhari memaparkan prospek energi terbarukan dalam transisi energi di Aceh. Jika dilihat dari sumber daya alam, kata dia, pengembangan energi terbarukan di Aceh cukup prospektif dari segi bahan baku biomassa.

“Untuk sumber-sumber energi matahari, angin, air, itu juga punya prospek tapi memang dari segi investasinya perlu melibatkan banyak pihak,” ujar pakar energi terbarukan tersebut.

Namun, menurut Azhari, paling murah memang dari sumber energi biomassa, dan juga minyak-minyak limbah yang dihasilkan oleh usaha-usaha mikro. Oleh karena itu, masyarakat perlu mendapatkan edukasi untuk menyimpan minyak-minyak hasil penggorengan makanan ringan.

“Jadi, ada nilai ekonomi di situ bisa dimanfaatkan untuk diolah menjadi produk biodiesel. Jangan dibuang ke badan air, karena akan merusak lingkungan,” ujar Azhari.

Selain itu, kata Azhari, diperlukan kerja sama antara pihak kampus dengan pemerintah maupun unsur terkait lainnya, yang mempunyai concern terhadap energi terbarukan sebagai pengganti energi fosil. “Karena, meskipun diketahui energi fosil itu masih tetap eksis namun tidak dapat diperbaharui. Dari sisi kuantitasnya juga terus berkurang”.

“Ini perlu diantisipasi, dan ada istilah transisi energi juga harus ada energi alternatif. Dalam hal ini energi alternatif adalah energi terbarukan,” ungkap Azhari.

Azhari menyebut Universitas Malikussaleh sedang menginisiasi berdirinya sebuah pusat unggulan inovasi. “Dan ini memang tidak bisa kalau kampus sendiri yang mengembangkan. Perlu berkolaborasi atau kerja sama dengan industri maupun pemerintah serta mitra-mitra lainnya,” jelasnya.

Adapun Muhammad Rochaddy memaparkan kegiatan SKK Migas dalam pengendalian kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Menurut Rochaddy, terkait proyeksi energi baru terbarukan dengan energi fosil dapat dilihat dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional.

“Di mana sampai dengan tahun 2050 kebutuhan energi dari minyak dan gas bumi masih mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan target Pemerintah, produksi Migas di 2030 mencapai 1 juta BOPD minyak bumi dan 12 BSCFD gas bumi,” ujarnya. Sehingga, kata Rochaddy, SKK Migas-KKKS melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi secara masif untuk mencapai target tersebut.

Sementara Danie Mustafa mengatakan PT Pertamina (Persero) berkomitmen mendukung transisi energi menuju Net Zero Emission 2060 melalui program-program yang berkesinambungan Energi Baru Terbarukan (EBT).

“Pertamina sendiri telah membentuk anak perusahaan Subholding Power & NRE yang fokus pada pengembangan energi baru terbarukan dan perubahan iklim (climate change),” ujarnya.

Danie menyampaikan kontribusi Pertamina terkait EBT, antara lain research dan development pada green gasoline, green diesel dan green aftur, penggunaan geothermal, pembangkit tenaga listrik gas, pembangkit tenaga listrik angin, mengurangi emisi karbon, dan beberapa lainnya.

“PT Pertamina juga terus melakukan inovasi-inovasi dalam pengembangan energi yang ramah lingkungan serta berkesinambungan.”

Terakhir, Zulkarnaini Masry menilai isu lingkungan terutama transisi energi belum menjadi isu strategis di kalangan jurnalis lokal. Padahal, persoalan ini sangat dekat dengan kehidupan manusia.

“Misalnya, dampak buruk dari eksploitasi batubara telah mencemari lingkungan hidup masyarakat dan perairan,” ujar mantan Koordinator Forum Jurnalis Lingkungan Aceh itu.

Zul Masry menyebut persoalan tersebut perlu direspons oleh jurnalis lokal untuk melakukan liputan mendalam dengan semangat memperjuangkan kehidupan warga akar rumput dan menyelamatkan lingkungan hidup.

Menurut dia, meliput isu lingkungan butuh ketekunan dan kesungguhan serta empati yang kuat, agar bisa melahirkan karya yang dapat memengaruhi kebijakan pemerintah.

“Di sisi lain, isu lingkungan ini sangat khas, maka jurnalis harus punya kemauan untuk belajar serta berdiskusi. Karena itu bakal dapat membangun jaringan dengan berbagai pihak dan modal besar ketika berada di lapangan.”

Kegiatan Pra-Konferta AJI Lhokseumawe

Ketua panitia Jafaruddin mengatakan edukasi jurnalis merupakan kegiatan pra-Konferensi Kota (Konferta) VIII AJI Lhokseumawe. Konferta VIII untuk memilih Ketua dan Sekretaris AJI Lhokseumawe periode 2024-2027 akan berlangsung pada Ahad, 26 Mei 204.

“Kita mengadakan edukasi isu transisi energi ini untuk menambah pemahaman para jurnalis,” ucapnya.

Dia menyebut tuntutan global kini mengedepankan energi yang lebih ramah terhadap lingkungan. Sehingga energi terbarukan akan memainkan peran penting di masa depan. Oleh karena itu, transisi energi dari energi fosil ke energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan menjadi tantangan tersendiri bagi industri hulu minyak dan gas bumi.

“Kita berharap ke depannya yang mengikuti edukasi pada hari ini dapat memperkaya referensi masyarakat tentang transisi energi dari fosil ke energi terbarukan,” imbuhnya.

Edukasi Jurnalis Isu Transisi Energi itu didukung Bank Aceh Lhokseumawe, Bank BSI Area Lhokseumawe, Bank Indonesia Perwakilan Lhokseumawe, Trans Continent, PT Pertamina EP Rantau Field, dan pihak lainnya.[](rilis)

Komentar

Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy