Banda Aceh – Badan Pengelola Migas Aceh membentuk tim tim percepatan guna mendukung agenda pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait regulasi penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS).
Kepala BPMA Nasri Djalal mengatakan tim percepatan yang dibentuk itu akan menjadi jembatan dalam persiapan implementasi mendukung regulasi mengenai penyelenggaraan penyimpanan karbon.
Baca juga: Lantik Nasri Kepala BPMA, Menteri ESDM: Gas di Aceh Bagus
“Hal ini diharapkan dapat menjadi langkah penting untuk mengoptimalisasi potensi penyelenggaraan penyimpanan karbon di wilayah Aceh, mengingat lapangan-lapangan di Aceh memiliki potensi yang besar,” ujar Nasri dikutip dari laman resmi BPMA, Kamis, 30 Januari 2025.
Beberapa waktu lalu, Deputi Perencanaan BPMA Muhammad Mulyawan menghadiri undangan Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas untuk membahas internalisasi di lingkungan Kementerian ESDM.
Baca juga: Segini Kekayaan Nasri Jalal, Kepala BPMA yang Baru
Undangan tersebut bentuk tindak lanjut setelah diundangkannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2024, tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penyimpanan Karbon pada Wilayah Izin Penyimpanan Karbon dalam rangka Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon.
Selain itu, dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 9 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian ESDM telah terdapat fungsi terkait Wilayah Izin Penyimpanan Karbon (WIPK) pada Direktorat Jenderal Migas.
“BPMA siap mendukung dan berkolaborasi dengan semua pihak di lingkungan Kementerian ESDM dalam penyusunan regulasi terkait kegiatan Penyelenggaraan Penyimpanan Karbon. Selain itu, diharapkan setiap regulasi dapat mendukung iklim investasi di Wilayah Aceh.”
Sekilas Tentang CCS
Melansir laman esdm.go.id, teknologi CCS dipakai untuk mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) ke atmosfer melalui proses pemisahan dan penangkapan, pengangkutan CO2 tertangkap ke tempat penyimpanan (transportasi), dan penyimpanan ke tempat yang aman (storage).
Penyimpanan CO2 pada dasarnya sebuah proses penginjeksian CO2 yang berkonsentrasi tinggi ke dalam suatu tempat yang terisolasi sehingga tidak lepas kembali ke udara dan diharapkan dapat bertahan selama ribuan tahun.
Saat ini ada dua opsi penyimpanan CO2 jangka panjang yang telah teruji. Pertama, geological storage, lapisan batuan di bawah permukaan bumi yang di atasnya terdapat batuan kedap sebagai penutup (caprock). Kedua, ocean storage, tempat penyimpanan di laut dengan kedalaman lebih dari 3.000 meter.
Geological storage dianggap lebih efektif karena lebih aman dan mudah dimonitor. Sedangkan ocean storage membutuhkan biaya lebih mahal. Selain itu, kestabilan CO2 dalam air laut masih diragukan karena akan mudah bereaksi dengan berbagai unsur di bawah laut yang berpotensi besar merusak ekologi samudra dan mengakibatkan bencana lingkungan.[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy