Cara Mudah Menyucikan Najis di Kasur Menurut Ilmu Fiqih

Ilustrasi membersihkan najis. Foto: Unsplash @@uniqueton
Ilustrasi membersihkan najis. Foto: Unsplash @@uniqueton

Kasur atau karpet di rumah bisa terkena air kencing anak, kotoran binatang, atau najis lainnya. Lalu bagaimana cara menyucikan najis di kasur atau karpet tersebut?

Kebanyakan orang akan mengangkat kasur atau karpet tersebut, lalu mencucinya, menyiramkan air ke area najis atau keseluruhan permukaan kasur atau karpet, hingga barang najis itu benar-benar hilang.

Meski sah dalam menyucikan, cara tersebut tertunya merepotkan. Apalagi untuk jenis karpet berbulu atau kasur berbusa, dan berukuran besar, karena akan memperlukan tenaga ekstra dan waktu pengeringan yang lebih lama.

Di dalam fiqih, hal pokok yang menjadi perhatian dalam persoalan najis adalah warna, bau, dan rasa. Karena itu, fiqih Syafi’iyah membedakan antara najis ‘ainiyah dan najis hukmiyah.

Najis ‘ainiyah adalah najis berwujud (terdapat warna, bau, atau rasa). Sedangkan hukmiyah tak berwujud (tak ada warna, bau, atau rasa) tapi tetap secara hukum berstatus najis.

Air kencing yang merupakan najis ‘ainiyah dianggap berubah menjadi najis hukmiyah ketika mengering hingga tak tampak lagi warna, bau, bahkan rasanya.

Cara menyucikan kedua najis itu juga berbeda. Syekh Ahmad Zainuddin al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’n bi Syarhi Qurratil ‘Ain bi Muhimmatid Din menjelaskan, najis ‘ainiyah disucikan dengan cara membasuhnya hingga hilang warna, bau, dan rasa. Sementara najis hukmiyah disucikan dengan cara cukup menuangkan air sekali di area najis.

Pada persoalan karpet atau kasur terkena najis, bagaimana cara mudah menyucikannya?

Pertama, membuat najis ‘ainiyah di karpet atau kasur berubah menjadi najis hukmiyah. Secara teknis, seorang harus membuang atau membersihkan najis itu hingga tak tampak warna, bau, dan rasanya (cukup dengan perkiraan, bukan menjilatnya).

Di tahap ini mungkin ia perlu menggunakan sedikit air, menggosok, mengelap, atau cara lain yang lebih mudah. Selanjutnya, biarkan mengering, dan tandai area bekas najis itu karena secara hukum tetap berstatus najis.

Baca Juga: Hukum Air Kurang Dua Kulah Kemasukan Najis

Kedua, tuangkan air suci dan menyucikan cukup di area najis yang ditandai itu. Maka, sucilah kasur atau karpet tersebut, meskipun air dalam kondisi menggenang di atasnya atau meresap ke dalamnya.

Cara yang sama juga bisa kita lakukan pada najis yang mengenai lantai ubin, sofa, bantal, permukaan tanah, dan lain-lain.

Syekh Ahmad Zainuddin al-Malibari menerangkan, seandainya ada tanah yang terkena najis semisal air kencing lalu mengering, lalu air dituangkan di atasnya hingga menggenang, maka sucilah tanah tersebut walaupun tak terserap ke dalamnya, baik tanah itu keras ataupun gembur.

Keterangan tersebut berlaku untuk najis level sedang atau mutawasithah. Contohnya, ompol bayi usia lebih dari dua tahun, kotoran binatang, darah, muntahan, air liur dari perut, feses, atau sejenisnya.

Adapun air kencing bayi laki-laki kurang dua tahun yang belum mengonsumsi apa pun kecuali ASI, termasuk kategori najis level ringan atau mukhaffafah. Najis mukhaffafah dapat disucikan dengan hanya memercikkan air ke tempat yang terkena najis.

Tidak disyaratkan air harus mengalir, hanya saja percikan mesti kuat dan volume air harus lebih banyak dari air kencing bayi tersebut. Namun, bila air kencing itu mengering, kucuran sekali air sudah cukup menyucikannya.

Dengan demikian, bila najis itu memang didapati cuma sedikit, kita tak perlu repot-repot mencuci seluruh permukaan kasur atau karpet, mengepel semua permukaan lantai, atau mengguyur seluruh permukaan bantal, dan seterusnya. Cukup dua langkah saja: menghilangkan sifat-sifat najis itu lalu menuangkan air suci-menyucikan di atas area bekas najis.

Komentar

Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy