Bea Cukai Lhokseumawe Bakar 298 Ribu Batang Rokok Ilegal

Bea Cukai Lhokseumawe membakar barang bukti rokok ilegal. Foto: Ist

Lhokseumawe – Bea Cukai Lhokseumawe membakar 298 ribu batang rokok ilegal berbagai merek yang diselundupkan ke wilayah perairan Aceh Utara.

Kepala Bea Cukai Lhokseumawe Agus Siswadi mengatakan rokok ilegal itu disita di kawasan Simpang Rambong, Gampong Seumirah, Kecamatan Nisam Antara, Aceh Utara, pada Jumat, 8 Maret 2024. Pelaku, kata dia, mengangkut rokok ilegal senilai lebih dari Rp107 juta itu untuk dipasarkan di Aceh Tengah.

“Maka menindaklanjuti arahan dari Kejaksaan Negeri Aceh Utara terhadap tegahan rokok ilegal tersebut, pada Jumat, 3 Mei, bertempat di halaman KPPBC Tipe Madya Pabean C Lhokseumawe dilaksanakan pemusnahan barang bukti tindak pidana cukai pada tahap penyidikan berupa rokok ilegal sebanyak 298 ribu batang berbagai merek dan jenis,” ujar Agus dalam keterangan tertulis yang dikutip Line1.news, Sabtu, 4 Mei 2024,

Adapun kerugian negara, kata dia, berupa kerugian materil dan imateril. “Kerugian materil berupa potensi penerimaan negara yang tidak tertagih dari pajak rokok dan cukai yaitu sebesar Rp390 juta lebih,” ujarnya. Sementara kerugian imateril, imbuh Agus, apabila rokok ilegal ini beredar dapat mengganggu kesehatan, ketertiban dan ketenteraman masyarakat.

Para pelaku terancam hukuman penjara minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun. “Atau pidana denda paling sedikit dua kali nilai cukai dan paling banyak 10 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar,” ujar Agus.

Dalam mengedepankan hak-hak terpenuhinya penerimaan negara, kata Agus, asas ultimum remedium dapat diterapkan dengan penghentian penyidikan tindak pidana cukai, jika pelaku membayar sanksi administratif berupa denda sebesar empat kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.

Mekanisme ini, kata dia, bukan hal baru tapi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2023 tentang Penghentian Penyidikan Tindak Pidana untuk Kepentingan Penerimaan Negara. “Penerapan asas ultimum remedium atas pelanggaran pidana di bidang cukai selaras dengan konsep penegakan hukum di bidang perpajakan berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Selain itu, penerapan asas ini lebih cepat dan efisien serta memberikan efek jera karena keuntungan yang didapat tidak sebanding dengan denda yang harus dibayar,” ujar Agus.

“Asas ultimum remedium telah diterapkan, tapi para pelaku menolak sehingga proses penyidikan yang berlangsung tetap dilanjutkan.”[](Rilis)

Komentar

Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy