Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil mengendus aroma korupsi di retret atau pembekalan kepala daerah yang digelar di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah, sejak 21 hingga 28 Februari 2025.
Dugaan korupsi itu dilaporkan oleh sejumlah aktivis antikorupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat, 28 Februari 2025.
Di dalam laporan tertera soal konflik kepentingan dalam proses pengadaan barang dan jasa untuk kegiatan retret.
Pakar hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, mengungkapkan pelaksanaan kegiatan itu tak sesuai ketentuan undang-undang.
“Kami menduga, bentuk pembinaan dan pendidikan kepala daerah tidak sesuai dengan apa yang ditentukan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, karena tak ada nuansa semi-militernya. Itu kecurigaan awalnya,” ujar Feri di gedung KPK, Jakarta, Jumat dikutip Minggu, 2 Maret 2025, dari IDN Times.
Dari penelitian yang dilakukan, kata Feri, ditemukan kejanggalan dalam penunjukan PT Lembah Tidar Indonesia (LTI) sebagai penyelenggara. Perusahaan ini, kata dia, baru berdiri tetapi langsung dipercaya menangani proyek berskala nasional.
Sementara itu, Annisa Azahra, perwakilan dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), menyebutkan anggaran yang digunakan untuk retret tidak sesuai ketentuan. Dia mengungkapkan, biaya retret dibebankan ke APBD, padahal seharusnya dibagi antara APBN dan APBD. Hal ini berdasarkan surat edaran Menteri Dalam Negeri yang diterbitkan pada 11 Februari 2025.
“Namun, biaya yang dibebankan kepada APBD lebih tinggi dari seharusnya. Jadi biaya akomodasi dan juga konsumsi itu harus dibayarkan masing-masing kepala daerah mencapai Rp2.750.000 per orang untuk 8 hari. Yang mana ketika kita totalkan itu berarti sekitar Rp11 miliar untuk 503 kepala daerah,” ujar Annisa dilansir dari KBR.
Laporan itu menjadi perhatian publik, terutama di tengah kebijakan pemangkasan anggaran oleh Presiden Prabowo Subianto. Dugaan dana publik disalahgunakan untuk kepentingan politik semakin menguat dengan ditemukannya keterlibatan kader Gerindra di dalam PT LTI.
“Anggaran sebesar Rp11 miliar dikeluarkan untuk retret ini di tengah kita sedang adanya efisiensi anggaran, dan berbagai kementerian, lembaga harus susah-susahan saat ini gitu kan.”
Selain itu, kata Annisa, tidak ada aturan ataupun regulasi yang sah yang mengakibatkan para kepala daerah harus ikut atau wajib ikut dalam retret kepemimpinan. Menurutnya, dengan kewajiban itu akhirnya menimbulkan beban yang tidak semestinya dikeluarkan oleh daerah.
Annisa mengungkapkan pengadaan layanan untuk kegiatan itu dilakukan secara langsung tanpa melalui prosedur lelang yang diwajibkan untuk pengadaan dengan nilai di atas Rp10 miliar, sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 16 tahun 2018. Hal ini mengindikasikan adanya manipulasi anggaran yang dapat merugikan keuangan negara.
Sebagai langkah tindak lanjut, kata Annisa, PBHI akan mendesak KPK melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap dugaan tindak pidana korupsi ini dan memastikan proses dilakukan secara transparan.
PBHI juga berencana melaksanakan kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait potensi kerugian negara yang muncul dari kegiatan ini.
Terkait laporan itu, KPK mengatakan akan memverifikasi dan menelaahnya. “Secara umum laporan yang masuk akan dilakukan verifikasi, telaah, dan pulbaket (pengumpulan bahan keterangan),” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika pada Sabtu, 1 Maret 2025.[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy