Sombong atau pongah, dikenal dengan al-kibr(u), al-istikbar(u), dan at-takabbur(u). Terkait makna terminologinya, Abu Sa’id al-Khadimi dalam Bariqah Mahmudiyyah fi Syarhi Thariqah Muhammadiyah wa Syari’ah Nabawiyyah fi Sirah Ahmadiyah menyampaikan: “Sombong adalah satu kondisi saat kita merasa senang dan nyaman melihat diri kita di atas orang lain (mutakabbar ‘alaih) dalan kaitannya dengan kelebihan yang diberi Tuhan sehingga dengan mengetahui orang lain di bawah kita, hati ini memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan serasa sedang melayang, terbang karena bahagia”.
Secara umum, sifat angkuh itu memang tidak baik, bahkan amat tercela. Namun terkadang, dalam beberapa kondisi bisa terpuji. Keangkuhan bisa totalitas berubah menjadi amal baik laiknya sifat rendah hati.
Imam Abu Sa’id al-Khadimi menjelaskan tiga contoh kesombongan yang dipuji agama:
1. Sombong kepada Orang yang Sombong
Dalam sebuah hadis diterangkan, bersikap angkuh kepada mereka yang angkuh adalah bagian dari sedekah. Alasannya, kalau saja terus merendah di hadapan orang-orang congkak, maka mereka akan semakin berlarut-larut dalam gelap kecongkaannya.
Namun, bila dibenturkan dengan kecongkaan yang lebih besar, mereka akan sadar bahwa dirinya tak sesempurna yang dipikirkan. Lagi pula, membiarkan mereka larut lebih jauh dalam kecongkakan merupakan kezaliman besar.
Imam Abu Hanifah berpandangan sebagaimana ternukil dalam Bariqah Mahmudiyyah: “Orang yang paling zalim adalah mereka yang tetap merendah bahkan kepada orang yang berpaling congkak darinya. Mengingat, seperti yang pernah dikatakan bahwa sikap sombong itu tak mesti karena tinggi hati, tapi kadang dalam maksud untuk mengingatkan yang lain. Kalau demikian, sombong kepada orang yang congkak jelas terpuji. Seperti bersikap sombong di hadapan orang-orang bodoh yang keras kepala dan para hartawan kaya raya yang membusung dada.”
2. Sombong di Tengah Kecamuk Perang
Tujuannya menggentarkan hati dan memporak-porandakan kekuatan pasukan lawan. Sahabat Jabir Radhiyallahu ‘Anhu pernah meriwayatkan sebuah hadits, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Kesombongan yang dicintai Allah Subhanahu Wa Taala adalah sikap sombong seorang muslim di tengah medan perang dan ekspresi besar hatinya saat memberi sedekah.”
3. Bersikap Tinggi Hati Saat Bersedekah
Maksud tinggi hati di sini adalah mengungkapkan bahwa dirinya tidak membutuhkan materi yang akan disedekahkan, dan sang penerimalah yang paling membutuhkannya. Hal ini bertujuan agar si penerima tak berat hati mengambil materi yang diberikan kepadanya. Dengan begitu, si penerima tentu sangat bahagia luar biasa, kebutuhannya terpenuhi tanpa goresan rasa ketidaknyamanan di hatinya.
Beda lagi ceritanya, bila bersedekah dengan penuh ketawadukan. Misalnya mengatakan, “Saya termasuk orang yang tak terlalu kaya, punya banyak kebutuhan juga seperti Anda. Tapi tidak masalah, saya akan sedekahkan ini kepada Anda, mohon diterima.” Tawaduk dalam hal ini tidak dibenarkan karena berpotensi besar menyinggung perasaan penerima yang tentu akan berat menerima pemberian tersebut. Waallahu a’lam bis shawab.[]
Komentar
Tanggapilah dengan bijak dan bertanggung jawab. Setiap tanggapan komentar di luar tanggung jawab redaksi. Privacy Policy